REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka turun pada perdagangan Kamis (11/5/2023). Setelah sempat ditutup menguat kemarin, IHSG pagi ini terpantau mengalami pelemahan hingga lebih dari setengah persen ke level 6.774,97.
Pelemahan saham-saham bank menjadi salah satu faktor penekan IHSG. Empat bank besar kompak jatuh ke zona merah dengan saham BBNI terpangkas paling dalam sebesar lebih dari satu persen, kemudian saham BBRI menyusul dengan penurunan sebesar 0,97 persen.
Dari eksternal, pergerakan IHSG mendapat pengaruh dari ekspektasi terkait suku bunga acuan bank sentral AS. "Data terkini memperlihatkan tekanan inflasi di AS masih tinggi sementara inflasi tumbuh dengan laju paling lambat dalam dua tahun," kata Phillip Sekuritas Indonesia.
Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasuries) turun. Penurunan ini terjadi karena semakin besarnya harapan bahwa The Fed akan melakukan jeda kenaikan suku bunga bulan depan.
Yield US Treasury Note bertenor 10 tahun turun sekitar lima bps menjadi 3,46 persen. Sementara yield US Treasury Note bertenor dua tahun jatuh 12 bps menjadi 3,95 persen.
Data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) untuk bulan April memperlihatkan bahwa Inflasi Utama naik 4,9 persen yoy. Ini posisi terendah sejak April 2021 dan berada di bawah ramalan pasar yang sebesar 5,0 persen.
Data inflasi bulan April yang keluar sesuai dengan ekspektasi pasar dan memberi rasa lega bagi sejumlah investor. Data ini juga memperbesar ekspektasi bahwa The Fed akan melakukan jeda dalam kampanye kenaikan suku bunga pada pertemuan kebijakan mereka di bulan Juni.
"Jika benar terjadi, maka ini adalah untuk pertama kali dalam lebih dari satu tahun The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan sehingga memberikan ruang bernafas bagi pasar modal dan ekonomi AS," kata Phillip Sekuritads Indonesia.