Sabtu 13 May 2023 18:27 WIB

Museum Tragedi 12 Mei 1998 Ramai Dikunjungi Para Mahasiswa

Sekarang mahasiswa harus lebih pintar lagi untuk menyampaikan aspirasinya.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Erik Purnama Putra
Mahasiswa melihat karya poster pada pameran bertajuk 25 Tahun Tragedi Trisakti di Kampus A Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Jumat (12/5/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mahasiswa melihat karya poster pada pameran bertajuk 25 Tahun Tragedi Trisakti di Kampus A Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Jumat (12/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum Tragedi 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti (Usakti), Jakarta Barat pada Jumat (12/5/2023), ramai dikunjungi para mahasiswa dan pengunjung umum. Pasalnya, tepat hari Jumat merupakan peringatan peristiwa tragedi 12 Mei 1998 yang tidak terasa sudah 25 tahun berlalu.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id di lokasi, Museum Tragedi 12 Mei 1998 berada di Lobby Gedung M (Dr Sjarif Thajeb) Kampus A Usakti. Terlihat beberapa petugas keamanan yang berjaga.

Di dalam museum terdapat jendela dengan kaca yang bolong karena tembusnya peluru dari luar saat peristiwa 12 Mei 1998. Kaca ini dibiarkan apa adanya. Tidak hanya itu, ada berbagai macam barang yang ditinggalkan oleh empat aktivis yang gugur dalam memperjuangkan aspirasinya, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hery Hartanto, dan Hendriawan Sie.

Barang mereka meliputi baju, tas, sepatu dan topi. Adapun selongsong peluru dan gas air mata. Lalu, terdapat dokumentasi saat peristiwa 12 Mei 1998 tersebut terjadi.

Salah satu pengunjung Audric (23 tahun), mahasiwa Fakultas Hukum Usakti, mengatakan , keberadaan museum ini menjadi lokasi saat para aktivis gugur dalam memperjuangkan aspirasi. Adapun aspirasi yang dimaksud terkait perubahan kepemimpinan menjelang reformasi.

"Pada saat peristiwa itu mencekam banget ya banyak korban jiwa. Empat aktivis ini berani maju mengeluarkan aspirasinya. Bagus ya pihak kampus bikin ini jadi untuk mengenang mereka. Tidak dilupakan begitu saja," kata Audric kepada Republika.co.id.

Dia menjelaskan, semua barang peninggalan empat aktivis tersebut membuktikan bahwa mereka memang benar-benar memperjuangkan hak semua kalangan. Sedangkan para aktivis harus berhadapan dengan aparat, yang akhirnya mengeluarkan tembakan dari senjata api hingga membuat mereka 'diam selamanya'.

"Itu kayak yang di jendela aparat nembak dari luar. Padahal dahulu aktivis tersebut masih di dalam kampus. Semoga hal ini tidak terulang lagi, terlebih sekarang mahasiswa harus lebih pintar lagi untuk menyampaikan aspirasinya," ujar Audric.

Ketua Panitia Pameran 25 Tahun Tragedi Trisakti, Dewi Priandini mengatakan, Museum Tragedi 12 Mei 1998 sebenarnya sudah didirikan pada 1999. Pendiriannya setahun setelah peristiwa mengerikan terjadi.

"Di museum ini ada peninggalan saat kejadian. Ada peluru dari luar dan tembus ke jendela. Masih ada bekasnya. Ini merupakan bahwa peristiwa tersebut mencekam ya," kata Dewi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement