REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Haji Wada (perpisahan) adalah haji yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW pada tahun 10 hijriyah. Dinamai demikian karena ketika itu Nabi SAW berpamitan dengan umatnya dan menyatakan bahwa ada kemungkinan beliau tidak dapat bertemu para penduduk Makkah setelah tahun itu.
Namun begitu nyatanya, nama Haji Wada memiliki sejumlah nama lainnya. Pakar Tafsir asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW mejelaskan sejumlah nama yang mengacu pada peristiwa haji terakhir yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Pertama, Hajjat Al-Islam. Dinamai demikian karena inilah haji Nabi yang pertama (sebelum hijrah, Nabi pernah beberapa kali melaksanakan haji namun ketika itu belum ada tuntunan yang jelas dan rinci dari Allah menyangkut tata cara pelaksanaannya) dan terakhir sesuai dengan tuntunan Islam.
Sebagaimana haji itu juga menjadi rujukan kaum Muslim dalam pelaksanaan ibadah haji yang sedikit atau banyak berbeda dengan haji kaum musyrik.
Kedua, Hajjat Al-Balagh (haji penyampaian). Dinamai demikian karena dalam khutbah Nabi SAW ketika berhaji ini, salah satu yang Nabi tanyakan kepada jamaah adalah tentang kalimat: “Hal balaghtu?”. Yang artinya: “Apakah aku telah menyampaikan?” yaitu penyampaian tentang ajaran Islam. Jawaban mengenai pertanyaan itu beliau inginkan agar menjadi saksi di hari kemudian bahwa memang beliau telah menyampaikan ajaran Allah SWT.
Secara khusus, pada haji ini Rasulullah menyampaikan kepada umat Islam rincian ibadah haji secara lisan dan praktik.
Ketiga, Hajjat At-Tamam (haji kesempurnaan). Dinamai demikian karena pada hari Arafah saat Nabi wukuf, turun penegasan Allah tentang kesempurnaan agama dan kecukupan nikmat-Nya melalui firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 3.
Allah berfirman: “Alyauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu alaikum ni’mati wa radhitu lakum al-islama diinan,”. Yang artinya: “Hari ini telah Kusempurnakan agamamu, telah Kucukupkan nikmat-Ku untukmu, dan telah Kuridhai (direlakan) Islam sebagai agama,”.