REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan sebagaimana tertulis dalam Kitab Shahihain bahwa Sa’id bin Hisyam pernah bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW dan dijawab, “Akhlak beliau adalah Alquran.”
Akhlak Alquran bermakna bahwa Rasulullah SAW mengamalkan Alquran. Sehingga, yang diperintahkan dalam Alquran beliau pasti mengerjakannya, dan yang dilarang dalam Alquran beliau pasti meninggalkannya.
Sementara, dalam kitab Syajaratul Ma'arif, Sultanul Ulama Al-'Izz bin Abdus Salam As-Sulami menjelaskan bahwa akhlak Alquran itu ada dua. Pertama, yaitu berakhlak dengan kekhususan ubudiyah, seperti rendah diri dan ketundukan. Kedua, berakhlak dengan sebagian sifat rububiyah, seperti adil dan ihsan.
Syekh Abdus Salam menjelaskan bahwa sesungguhnya Sifat Tuhan itu ada dua. Pertama yang khusus baginya seperti azaliyah, abadiyah, dan ketidaktergantungannya pada alam semesta. Kedua, sesuatu yang mungkin berakhlak dengannya, yang demikian itu ada dua.
Pertama, sesuatu yang tidak mungkin berakhlak dengannya, seperti keagungan dan katakaburan. Kedua, disebutkan dalam syariat bahwa mungkin berakhlak dengannya, seperti murah hati, malu, sabar, dan memenuhi janji.
Berakhlak dengan yang demikian itu sesuai dengan kemampuan akan menjadikan Sang Maha Rahman ridha dan akan membuat setan jera.
"Berakhlak dengan cara seperti ini ditunjukkan dalam ayat-ayat Alquran dan kesepakatan ahli makrifah dan iman," jelas Syekh Abdus Saam kitab dikutip dari buku Syajaratul Ma'arif terbitan Pustaka Al Kautsar.
Buku ini diterjemahkan dari kitab Syajaratul Ma'aruf yang sangat istimewa, yang ditulis oleh Syekh Sultanul Ulama Al-'Izz bin Abdussalam. Ia adalah seorang ulama yang dikenal memiliki ungkapan yang padat, yang masyhur dengan ijtihad, dan kesimpulan-kesimpulan ilmunya yang menunjukkan akan ketinggian posisi yang pantas dimilikinya.
Penulisan kitab ini dilakukan dengan tidak lazim dalam penulisan kitab-kitab fikih dan hadits, sebab yang demikian itu merupakan cara-cara konvensional yang telah banyak dilakukan oleh para penulis lain dengan cara yang baik. Sementara, kitab ini dibentuk berunut melalui ijtihadnya kemudian dia ambil kesimpulan dari nash-nashnya yang memberikan faedah dan pembaban.
Kitab ini lebih luas kandungannya dari kitab Riyadh Ash-Shalihin, dan lebih banyak memberi faedah, lebih kecil ukurannya, di mana pembaca akan dapatkan dalam bab-bab yang dia tulis di dalamnya terdapat dalam buku-buku para ahli hadits dan fukaha', ditambah dengan bab-bab ushul fikih, kemudian syarh (penjelasan) dan kesimpulan nash dengan caranya sendiri dalam memaparkan pemikirannya.