REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Saat ini banyak manusia yang mulai lupa tentang mencari dan mengambil rezeki yang halal. Halal dalam konteks ini tentu mencakup jenis pekerjaan dan proses yang berlangsung di dalamnya.
Pendakwah Ustadz Ammi Nur Baits saat kajian di Majelis Taklim Al Sidra Al Hidayah di Masjid Al Hidayah, Pancoran, Jakarta Selatan, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika, Kamis (25/5/2023), mengatakan Islam memang mewajibkan umatnya untuk mencari harta serta rezeki yang halal. "Karena dengan cara yang halal, walaupun rezeki yang kita dapatkan hanya sedikit, insya Allah akan ada keberkahan dan manfaat yang diberikan Allah SWT di dalamnya," kata Ustadz Ammi Nur.
Dia menjelaskan, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, akan datang suatu zaman ketika manusia tidak peduli lagi bagaimana mereka mencari dan mendapatkan hartanya. Apakah cara yang digunakan itu halal atau haram. Rasululah SAW bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
"Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (HR Al Bukhari)
Hadits Nabi tersebut, kata Ustadz Ammi Nur, telah tampak dalam realitas sosial masyarakat hari ini. "Misalnya, banyak oknum pejabat pemerintahan yang mencari harta dari hasil suap. Entah suap itu sebagai pelicin proyek atau sebagai bayaran untuk mereka yang ingin diberi jabatan," ujarnya.
Fenomena tersebut telah menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari. Banyak pejabat terjerat tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dia menilai, orang-orang tersebut memang telah menghambakan uang dan kekayaan dalam hidupnya. Oleh sebab itu, pada awal pemaparannya Ustadz Ammi Nur telah memperingatkan, lebih baik mendapatkan sedikit rezeki, tapi dengan cara yang halal, daripada harus menghimpun harta dengan cara yang keji dan haram.
Ketika seorang manusia telah berkomitmen untuk mencari rezeki dan harta dengan cara yang halal, setiap upayanya dapat dikategorikan sebagai jihad.
"Rasul pernah menyebut orang yang mencari nafkah dalam rangka mencari yang halal untuk menafkahi keluarganya, ini adalah sebuah jihad fisabilillah," kata dia.
Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan
Ustadz Ammi mengutip hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan fakta tersebut. Ath-Thabarani meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Tatkala kami (para sahabat) duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seorang pemuda yang keluar dari jalan bukit. Ketika kami memperhatikannya, maka kami pun berkata, “Kalau saja pemuda ini menggunakan kekuatan dan masa mudanya untuk jihad di jalan Allah!” Mendengar ucapan para sahabat itu, Rasulullah Saw bersabda:
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلا مَنْ قُتِلَ ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، ومن سعى على عياله ففي سبيل الله، وَمَنْ سَعَى مكاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja untuk menghidupi orang tuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak harta) maka dia di jalan thaghut.” (HR Thabrani, Al-Mu’jam Al-Ausath).
Menurut dia, ada tiga jenis manusia yang dapat disebut melakukan jihad fisabilillah dalam hal mencari rezeki. Yakni mereka yang mencari rezeki halal untuk keluarga atau anak dan istrinya, mereka yang mencari nafkah (halal) untuk membantu orang tuanya, serta mereka yang mencari nafkah (halal) untuk dirinya sendiri. “Ketiga manusia ini bisa disebut melakukan jihad fisabilillah," ucap Ustadz Ammi Nur.
Ustadz Ammi Nur mengimbau jamaah majelis yang hadir agar senantiasa berupaya mencari rezeki dan harta yang halal. Sebab, selain cara tersebut sesuai syariat, akan ada manfaat lain yang diterimanya, yakni perlindungan dan keberkahan Allah SWT.