Senin 12 Jun 2023 17:25 WIB

Dua Eks Pimpinan KPK Gugat Peraturan KPU soal Caleg Mantan Koruptor

KPU mengeklaim PKPU tersebut tak bertentangan dengan putusan MK.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Mantan ketua KPK Abraham Samad memberi keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan ketua KPK Abraham Samad memberi keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Jakarta, Jumat (3/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dua organisasi masyarakat sipil menggugat peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Agung (MA). Mereka mengajukan permohonan uji materi atas pasal terkait ketentuan pengecualian bagi mantan terpidana, termasuk eks koruptor, menjadi calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh mantan ketua KPK Abraham Samad, mantan wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Mereka mendaftarkan gugatan tersebut ke Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2023).

Baca Juga

"Kita berharap MA untuk segera memutuskan permohonan uji materi yang kami ajukan supaya ada kepastian karena KPU sudah menerima pendaftaran bakal caleg Pemilu 2024," kata Saut kepada wartawan, usai penyerahan berkas uji materi di Gedung MA, Senin (12/6/2023).

Saut dan kawan-kawan menggugat Pasal 11 ayat 6 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, serta Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD. Kedua pasal serupa itu menyatakan bahwa mantan terpidana, termasuk mantan terpidana kasus korupsi, tak perlu melewati masa tunggu 5 tahun sejak bebas untuk bisa menjadi caleg apabila mereka mendapatkan hukuman pencabutan hak politik.

Mereka menguji kedua pasal tersebut dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023. Kedua putusan dengan amar serupa itu menyatakan bahwa eks terpidana, termasuk eks terpidana kasus korupsi, dengan ancaman lima tahun atau lebih baru boleh menjadi caleg atau calon anggota DPD setelah melewati masa tunggu 5 tahun sejak bebas murni.

Mereka menilai, pasal pengecualian masa tunggu 5 tahun bagi mantan terpidana yang mendapatkan hukuman pencabutan hak politik itu bertentangan dengan putusan MK. Sebab, MK dalam amar putusannya tidak memuat ketentuan pengecualian semacam itu.

"Berdasarkan putusan MK, diberikan kewajiban untuk melewati masa jeda waktu 5 tahun setelah melewati masa pemidanaan. Namun, oleh KPU justru ada syarat pengecualian dengan menambahkan pidana tambahan pencabutan hak politik," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam kesempatan sama.

Kurnia menjelaskan, ketentuan tersebut membuat mantan terpidana yang dikenai hukum pencabutan hak politik satu tahun bisa langsung mencalonkan pada tahun kedua usai bebas. "Bagi kami, PKPU bentukan KPU itu adalah upaya untuk mendegradasi nilai integritas pada pemilu mendatang," ujarnya.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada Selasa (23/5/2023) membantah anggapan bahwa pasal pengecualian itu bertentangan dengan putusan MK dan anggapan KPU memberikan karpet merah bagi mantan koruptor menjadi caleg. Pasal pengecualian tersebut, kata Hasyim, dibuat dengan berlandaskan pada bagian pertimbangan putusan MK.

Sebagai catatan, seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 telah mendaftarkan bakal caleg DPR RI, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota ke KPU pada 1-14 Mei 2024. KPU kini sedang memverifikasi dokumen persyaratan para bakal caleg itu. Publik baru bisa mengetahui nama-nama para bakal caleg itu pada 19 Agustus 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement