REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Polisi mengungkap enam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus prostitusi di Kota Bogor, Jawa Barat. Korbannya disebut masih di bawah umur atau anak-anak.
“Ini korban semuanya anak di bawah umur. Ada sebanyak enam anak yang diperdagangkan atau dieksploitasi secara ekonomi maupun seksual,” kata Kepala Polresta (Kapolresta) Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, Senin (12/6/2023).
Dari enam kasus itu, Kapolresta mengatakan, jajarannya menangkap sembilan tersangka. Dua tersangka disebut masih usia anak.
Menurut Kapolresta, modus tersangka dalam merekrut korban ini, antara lain melakukan komunikasi via media sosial, serta menawarkan pekerjaan untuk calon korbannya dengan iming-iming gaji sebesar Rp 4 juta-5 juta per bulan. Misalnya untuk menjadi pelayan restoran.
Padahal, Kapolresta mengatakan, korban yang rata-rata berusia 17 tahun dieksploitasi secara ekonomi dan seksual. Menurut dia, korban dieksploitasi dengan cara ditawarkan kepada pria hidung belang melalui aplikasi Michat.
“Dari hasil interogasi, para korban melayani lima tamu atau pelanggan per hari dengan tarif Rp 200 ribu hingga 250 ribu,” kata Kapolresta.
Kapolresta mengatakan, ada lima tempat kejadian perkara (TKP) kasus TPPO modus prostitusi anak ini. Di antaranya di Reddoorz Sudirman, Kecamatan Bogor Tengah, dan Apartemen Bogor Valley, Kecamatan Tanah Sareal.
Selain itu, tempat indekos di kawasan Jalan Sindang Sari, Kecamatan Bogor Timur, Red House Taman Corat Coret Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, serta di tempat indekos kawasan Gang Kutilang, Kecamatan Bogor Barat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, menurut Kapolresta, diduga ada pemilik tempat indekos yang menerima sejumlah uang terkait praktik prostitusi itu. “Kami akan mengklarifikasi dan memanggil pemilik kos tersebut,” kata dia.
Kapolresta mengatakan, para tersangka dijerat dengan Pasal 76 F juncto (jo) Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 terkait perlindungan anak, serta Pasal 2 jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO.