REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Anggota Politbiro Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara (Korut) dalam pertemuan tiga hari menganalisis situasi keamanan yang sangat memburuk di wilayah tersebut. Menurut hasil rapat tersebut, kondisi itu disebabkan oleh gerakan perang yang sembrono dari saingan Pyongyang, yang tampaknya merujuk pada latihan militer Amerika Serikat (AS) dengan Korea Selatan (Korsel).
Kedua negara itu telah memperluas latihan militer sebagai tanggapan atas kemajuan persenjataan nuklir Pyongyang. Mereka memperingatkan bahwa setiap upaya untuk menggunakan senjata nuklir akan mengakibatkan berakhirnya pemerintahan Kim Jong-un.
Menurut kantor beirta milik pemerintah Korut KCNA, anggota Politbiro menetapkan tugas penting yang tidak ditentukan. Tugas tersebut untuk memperkuat solidaritas dengan negara-negara yang menentang strategi perampokan AS untuk supremasi dunia.
Korut telah mendorong untuk meningkatkan hubungan dengan Rusia, termasuk mempertahankan aksi militernya di Ukraina. KCNA menyatakan, Rusia melindungi dirinya dari kebijakan hegemonik Barat.
Pyongyang juga berusaha untuk membangun hubungannya dengan Beijing, sekutu utamanya dan jalur ekonomi utama. Rusia dan China merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto dan telah berulang kali memblokir upaya AS dan lainnya untuk memperketat sanksi PBB terhadap Korut atas uji coba misilnya.
Pertemuan partai itu juga membahas upaya untuk memperbaiki ekonomi Korut yang sedang berjuang. KCNA mengatakan, telah ada beberapa kemajuan dalam upaya untuk meningkatkan hasil pertanian dan menghidupkan kembali produksi di industri logam dan kimia.
KCNA juga mengklaim kemajuan di bidang konstruksi. Laporan itu mengutip proyek pembangunan puluhan ribu rumah baru di ibu kota Korut, Pyongyang.