REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar Thomas Andrews mengatakan, Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak boleh terlibat dengan para pemimpin militer Myanmar. ASEAN dinilai tidak memiliki kemajuan dalam mengimplementasikan rencana Five-Point Consensus.
"ASEAN harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memaksakan pertanggungjawaban pada junta atas pelanggaran berat hak asasi manusia dan pengabaian terang-terangan atas implementasi Five-Point Consensusi," kata Andrews pada Rabu (21/6/2023).
Rencana perdamaian yang disepakati oleh anggota ASEAN diantaranya menekankan penghentian segera permusuhan, akses kemanusiaan yang aman, dan dialog inklusif untuk mencapai perdamaian di negara yang dilanda perselisihan itu. "Sudah saatnya mempertimbangkan opsi alternatif untuk memecahkan kebuntuan yang mematikan," kata Andrews.
Pernyataan Andrews muncul ketika media Thailand melaporkan rencana Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi baru pada bank-bank milik negara Myanmar. Tindakan ini menanggapi pertemuan diplomat regional informal pada pekan lalu yang diselenggarakan oleh Thailand. Pertemuan ini bertujuan untuk melibatkan kembali para pemimpin junta ke dalam aliansi Asia Tenggara tersebut.
Namun, kegiatan tersebut tidak mendapatkan sambungan hangat dari anggota ASEAN lainnya, termasuk yang memegang keketuaan ASEAN tahun ini Indonesia. Andrews menilai, pertemuan di Thailand dapat memiliki efek berbahaya melegitimasi junta dan merusak persatuan ASEAN.