REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nahdlatul Ulama mengutus Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH GP Ansor) untuk mendampingi proses hukum kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh mantan anggota DPR, Bukhori Yusuf (BY) terhadap istri keduanya, perempuan inisial M. LBH Ansor resmi menerima kuasa pendampingan hukum dari saksi-korban M, yang melaporkan BY ke kepolisian atas dugaan KDRT, dan kekerasan seksual.
Juru Bicara LBH Ansor, Muhammad Syahwan Arey mengatakan, timnya resmi menerima kuasa hukum dari saksi-korban M, Kamis (22/6/2023). Arey mengatakan, dari LBH GP Ansor, ada 10 pengacara yang ditunjuk mendampingi saksi-korban M.
“Kami dari LBH GP Ansor demi keadilan terhadap korban M, sudah menerima surat kuasa pendampingan hukum atas semua proses hukum yang saat ini di alami oleh M,” kata Arey saat dihubungi Republika dari Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Arey menjelaskan, LBH GP Ansor bukan cuma menjadi tim pengacara untuk M atas kasus dugaan KDRT dan kekerasan seksual yang saat ini dalam penanganan di Bareskrim Polri. Tetapi, kata Arey, LBH GP Ansor juga menjadi tim pendamping hukum bagi saksi-korban M yang statusnya sebagai terlapor atas laporan dari pihak keluarga, dan istri pertama BY, di Polda Metro Jaya
“Kami dari LBH GP Ansor menjadi pendamping hukum bagi korban M di semua proses hukum yang ada saat ini. Baik yang berada di Bareskrim Polri, dan juga yang saat ini menjadikan korban M sebagai terlapor di Polda Metro Jaya,” kata Arey.
Namun begitu dikatakan Arey, LBH GP Ansor mendesak agar Polri lebih mengutamakan proses penuntasan hukum menyangkut perkara utama terkait dengan KDRT dan kekerasan seksual. Karena Arey mengatakan, kasus yang menjadikan BY sebagai terlapor itu sudah lebih dari tujuh bulan mangkrak tanpa peningkatan proses hukum, pun penetapan tersangka.
Juga menurut dia, saksi-korban M yang dilaporkan oleh pihak BY terkait kebohongan publik, dan pencemaran nama baik di Polda Metro Jaya tak tepat dilanjutkan karena status M adalah saksi-korban yang dalam suaka hukum di Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).
“Kita meminta agar laporan yang di Polda Metro Jaya dikesampingkan, dan tidak perlu dilanjutkan. Karena yang lebih utama dalam kasus ini adalah menyangkut tentang KDRT dan kekerasan seksual yang dialami oleh korban M. Dan kami meminta, agar Bareskrim Polri segera menetapkan tersangka,” kata Arey.
M, perempuan 30-an tahun korban KDRT, dan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf (BY) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kasus ini sejak November 2022 dalam penyelidikan di Polrestabes Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Akan tetapi sejak Mei 2023 kasusnya diambilalih penangananya oleh Subdit V PPA Dirtipidum Bareskrim Polri. Pengambilalihan kasus tersebut, setelah saksi-korban M melaporkan BY ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun proses etik di MKD itu tak berlanjut. Karena BY langsung dipecat dari keanggotanna di DPR, pun dari PKS.
Akan tetapi setelah pengambilalihan kasus tersebut, dari Bareskrim Polri, pun belum juga meningkatkan kasus itu ke penyidikan. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah, Selasa (20/6/2023) menyampaikan, kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Kata dia, tim dari Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dirtipidum masih membutuhkan keterangan sejumlah saksi-saksi untuk mencari bukti perbutan pidana yang dilakukan oleh BY. Beberapa saksi yang diperiksa, kata Kombes Nurul, termasuk saksi-saksi pernikahan siri antara BY dan M.