REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti beberapa titik rawan terjadinya gratifikasi, suap dan benturan kepentingan. Salah satunya, yakni modus perjalanan dinas fiktif yang ditemukan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2022.
“Pada hasil pemeriksaan BPK Tahun 2022 masih terdapat temuan terkait dengan perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan atau fiktif," kata Kepala Satuan Tugas Korsup KPK Wilayah I, Maruli Tua dalam siaran persnya, Sabtu (24/6/2023).
Maruli mengungkapkan, berdasarkan laporan BPK itu, terdapat temuan potensi terjadinya kecurangan (fraud) yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara akibat perjalanan dinas fiktif tersebut. Sebab, anggaran daerah digunakan untuk kegiatan yang tidak pernah terjadi.
"Karena dari hal-hal kecil seperti fraud pada perjalanan dinas ini potensial terjadi tindakan korupsi karena mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah,” jelas Maruli.
Namun, Maruli tak menjelaskan rincian pemerintah daerah yang melakukan modus perjalanan fiktif itu. KPK hanya meminta agar pegawai yang diketahui melakukan perbuatan curang diberi sanksi.
"Kami sarankan agar pegawai-pegawai yang melakukan fraud tersebut untuk dikenakan sanksi disiplin supaya menimbulkan efek jera," ujar dia.
Selain itu, KPK juga menyoroti masalah permainan data dalam pengadaan barang dan jasa. Lembaga antirasuah ini berharap agar semua pemerintah daerah memperketat pendataan pengadaan barang dan jasa dengan memiliki database kinerja vendor. Sehingga melalui basis data tersebut dapat mencegah terpilihnya vendor dengan rekam jejak yang kurang bagus.
"Jika ada vendor yang hasil kerjanya kurang baik diminta untuk dimasukkan ke dalam daftar blacklist vendor supaya tidak terpilih kembali," tutur Maruli.