Selasa 27 Jun 2023 22:18 WIB

728 Orang Mati Kelaparan di Ethiopia karena Tindakan Amerika Serikat dan PBB

PBB dan AS telah menangguhkan bantuan makanan ke Tigray, Ethiopia, sejak Maret lalu.

Dalam foto arsip Sabtu, 8 Mei 2021 ini, seorang wanita Ethiopia mengambil porsi gandum untuk dibagikan kepada setiap keluarga yang menunggu setelah itu didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di utara Etiopia.
Foto: AP/Ben Curtis
Dalam foto arsip Sabtu, 8 Mei 2021 ini, seorang wanita Ethiopia mengambil porsi gandum untuk dibagikan kepada setiap keluarga yang menunggu setelah itu didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di utara Etiopia.

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kelaparan telah menewaskan sedikitnya 700 orang di wilayah Tigray, Ethiopia, dalam beberapa pekan terakhir setelah Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghentikan bantuan makanan, kata pejabat dan peneliti setempat.

PBB dan AS telah menangguhkan bantuan makanan ke Tigray sejak Maret lalu setelah ditemukannya kasus pencurian gandum sumbangan yang ditujukan untuk orang-orang yang membutuhkan. PBB dan AS memperpanjang jeda pengiriman bantuan ke seluruh Ethiopia pada awal Juni, dan ini memengaruhi 20 juta orang yang membutuhkan, atau sekitar seperenam dari populasi negara itu.

Baca Juga

Komisi Manajemen Risiko Bencana Tigray telah mencatat 728 kematian terkait kelaparan di tiga dari tujuh zona di kawasan itu sejak bantuan pangan dihentikan pada bulan Maret. Data itu berdasarkan informasi yang dihimpun pejabat kabupaten, kata ketua komisi, Gebrehiwot Gebregziaher.

“Situasi di Tigray sangat sulit. Banyak orang meninggal karena kekurangan pangan,” kata Gebrehiwot.

Angka tersebut termasuk 350 kematian akibat kelaparan di zona barat laut Tigray, yang menampung ribuan orang yang terlantar akibat konflik dua tahun di wilayah tersebut yang berakhir pada November. Pada pertengahan Maret, pejabat bantuan AS menemukan bantuan makanan untuk 134 ribu orang diperjualbelikan di pasar lokal di Shire, kota terbesar di zona itu.

Secara terpisah, para peneliti di Universitas Mekele di ibu kota regional telah mendokumentasikan 165 kematian akibat kelaparan di tujuh kamp pengungsi internal di Tigray sejak penangguhan bantuan makanan dimulai. Ada lebih dari 100 kamp semacam itu di seluruh wilayah Tigray.

Kematian tersebut dilaporkan oleh koordinator kamp kepada para peneliti, yang mempelajari orang-orang yang telantar akibat perang baru-baru ini. Sebagian besar kematian adalah anak-anak, orang tua dan orang-orang dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya, kata seorang peneliti, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan. Dia menghubungkan kematian secara langsung dengan penangguhan bantuan.

Data terbaru PBB yang diterbitkan pada 14 Juni menyebut jumlah anak yang dirawat di rumah sakit di Tigray karena kekurangan gizi meningkat 196 persen antara April 2022 hingga April 2023.

Perang baru-baru ini menyebabkan 5,4 juta dari 6 juta orang di Tigray bergantung pada bantuan makanan. Selama konflik, kedua belah pihak yang bertikai menjarah pasokan bantuan kemanusiaan dan pemerintah membatasi akses bantuan, menyebabkan penyelidik PBB menuduhnya menggunakan kelaparan sebagai metode perang. Gencatan senjata yang ditandatangani pada bulan November memungkinkan pengiriman bantuan dilanjutkan ke wilayah tersebut.

Pemerintah Ethiopia menolak anggapan bahwa mereka memikul tanggung jawab utama atas hilangnya bantuan di Tigray dan wilayah lain sebagai 'propaganda' berbahaya, tetapi telah menyetujui penyelidikan bersama dengan AS sementara Program Pangan Dunia PBB melakukan penyelidikan terpisah. 

Meski telah menangguhkan pengiriman makanan, AS dan WFP terus menjalankan program nutrisi untuk wanita dan anak-anak. Namun, hal itu terkendala oleh minimnya dana.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement