Senin 10 Jul 2023 22:42 WIB

Kelaparan Bayangi Wilayah Tigray di Ethiopia Setelah Perang Saudara Bertahun-tahun

Kelompok yang bertikai memutuskan untuk melakukan gencatan senjata pada November 2022

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan yang lain tentang alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada 8 Mei 2021. Pemerintah Ethiopia pada Kamis, 18 Agustus. , 2022 mengkritik sebagai
Foto: AP Photo/Ben Curtis
Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan yang lain tentang alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada 8 Mei 2021. Pemerintah Ethiopia pada Kamis, 18 Agustus. , 2022 mengkritik sebagai

REPUBLIKA.CO.ID, MEKELLE -- Wilayah Tigray di Ethiopia terus dibayangi bencana kelaparan setelah perang saudara berkecamuk selama bertahun-tahun. Kondisi itu yang dialami seorang gadis kecil yang tidur meringkuk di ranjang rumah sakit di wilayah Tigray utara, Ethiopia.

Gadis dengan kondisi fisik kurus kering ini berjuang untuk bernapas, sementara ayahnya dengan lembut membelai wajahnya yang tirus dan di sampingnya, sang ibu hanya bisa duduk menahan tangis. Gadis yang bernama, Tsige Shishay, mengenakan sweater merah muda bertuliskan "cantik" di bagian depan.

Baca Juga

Usianya 10 tahun, hampir sama dengan berat badannya, yang hanya 10 kg (22 pon). Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa ia sedang sekarat. Shishay menjadi satu di antara banyak pasien baru yang menderita mal nutrisi akut, akibat kelaparan parah.

Wilayah ini juga terus berjuang melawan kekeringan parah sehingga menyebabkan kekurangan pangan, dan diperparah lagi dengan perang saudara selama dua tahun.

"Kami mengamatinya saat dia pergi, yang mana sangat menyakitkan," kata dokter anak Dr Teklay Hagos di Rumah Sakit Khusus Komprehensif Ayder di ibu kota Tigray, Mekelle, kepada Reuters. Dia berbicara dalam bahasa Inggris agar orangtuanya tidak mengerti.

Staf di rumah sakit Ayder mengatakan delapan anak meninggal dengan kondisi yang sama pada bulan Mei lalu. Pada akhir Juni, tim Reuters melakukan perjalanan pertama mereka dalam dua tahun terakhir ke Tigray, di pusat konflik.

Dalam perjalanan selama empat hari itu, mereka berkeliling Mekelle dan dua kota, Abiy Addi dan Samre, mengunjungi rumah sakit di setiap tempat dan kamp-kamp untuk para pengungsi. Tembakan senjata api sementara telah berhenti, usai gencatan senjata pada bulan November lalu.

Gencatan senjata ini, setelah dua tahun pertempuran yang terjadi terus menerus, antara pasukan regional dan tentara federal Ethiopia dengan sekutunya. Konflik ini memaksa warga sipil mengungsi, meninggalkan tanaman pangan dan hasil panen, yang akhirnya mengganggu pasokan bantuan makanan.

Sementara itu, kekeringan juga terus menerus terjadi, dan terus semakin memperparah kondisi yang ada. Sekitar seperlima dari 6 juta orang di Tigray mengalami kerawanan pangan pada bulan Februari, kata Program Pangan Dunia (WFP), di sebuah negara di mana 20 juta orang dari total 120 juta penduduknya bergantung pada bantuan pangan dunia.

Aliran bantuan ke Tigray kembali mengalir setelah gencatan senjata berjalan pada bulan November lalu. Namun penyaluran bantuan sempat terhenti untuk sementara waktu pada awal tahun ini. WFP dan US Agency for International Development (USAID), yang merupakan donor utama, sempat menghentikan sementara aliran bantuan, dengan sebagian bantuan dialihkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan.

Pemerintah Ethiopia mengkritik penghentian bantuan tersebut, namun mereka mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki klaim pengalihan bantuan tersebut. WFP dan USAID mengatakan bahwa mereka bekerja untuk memastikan bantuan sampai kepada penerima yang dituju dan bertujuan untuk memulai kembali bantuan sesegera mungkin.

WFP mengatakan bahwa mereka berharap untuk melanjutkannya pada bulan Juli ini. Sementara itu, Gebrehiwot Gebregziaher, seorang dokter yang bertanggung jawab atas wilayah Tigray untuk Komisi Manajemen Risiko Bencana Nasional, mengatakan, mulai dari bulan April dan Mei, komisi tersebut telah menerima laporan masuk soal penyaluran bantuan.

Di mana dari beberapa distrik dan bangsal di wilayah barat laut, timur, dan barat daya Tigray seharusnya tersalurkan bantuan. Namun, kenyataannya, di wilayah itu banyak orang-orang yang meninggal secara langsung maupun tidak langsung akibat kelaparan. Ia mengatakan 595 orang telah meninggal sejauh ini.

Komisi ini adalah badan federal yang mengelola respons krisis pemerintah. Juru bicara pemerintah Ethiopia tidak menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar mengenai meningkatnya tingkat kelaparan di wilayah Tigray atau kembalinya aliran bantuan ke daerah tersebut.

Presiden pemerintahan sementara Tigray, Getachew Reda, tidak memberikan tanggapan, namun mengatakan di Twitter pada tanggal 5 Juli bahwa ia telah melakukan pembicaraan dengan para pejabat WFP mengenai upaya-upaya untuk melanjutkan aliran bantuan.

Di kota Abiy Addi, sekitar 54 km (34 mil) sebelah barat Mekelle, kantor urusan sosial setempat mengatakan bahwa kota ini menampung 51 ribu orang yang mengungsi akibat pertempuran. Gebremiskel Gidey, seorang pejabat kantor yang bekerja di sebuah kamp darurat di sebuah sekolah setempat, mengatakan 118 orang di sana berada dalam kondisi kritis karena kekurangan gizi.

"Anak saya lapar sekarang, dia meminta saya untuk memberinya makan, tapi saya tidak punya apa-apa lagi," kata Woldesilassie Gebremedhin, seorang petani yang mengungsi di sekolah tersebut, sambil menunjuk salah satu dari tiga anaknya.

Ia mengatakan bahwa istrinya telah meninggal karena kelaparan, dan menambahkan, "Harapan dan doa saya adalah agar anak-anak saya tidak meninggal sebelum saya."

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement