REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak 2010, vape telah dikaitkan dengan setidaknya lima kematian di Inggris. Meskipun tidak ada penyebab konkret yang dapat ditetapkan, namun dicurigai vaping menjadi penyebabnya. Kematian tersebut juga disebabkan oleh komplikasi kesehatan lainnya
Tiga orang meninggal karena masalah pernapasan. Salah satunya disebabkan oleh menghirup minyak atau lemak, konsekuensi potensial yang diketahui dari vaping.
Dua lainnya meninggal karena gangguan jantung, termasuk satu dari serangan jantung. Para ahli khawatir jumlah korban tewas tersebut hanya puncak gunung es.
Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat di Birmingham City University, dr Salim Khan, mengatakan, analisis The Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA) disambut baik karena memberikan bukti tambahan tentang potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok elektrik dan vaping.
"Data tersebut mungkin hanya mewakili puncak gunung es," ujarnya, seperti dikutip dari laman The Sun, Selasa (27/6/2023).
Untuk menetapkan potensi dampak rokok elektrik dan vaping terhadap kesehatan masyarakat, mereka memerlukan pengumpulan dan pelaporan data yang berkelanjutan.
"Kami membutuhkan bukti kuat yang secara jelas menunjukkan dampak merugikan dari rokok elektrik dan vaping pada kesehatan."
Lima kematian dilaporkan melalui sistem Yellow Card, sebuah situs yang dibuat untuk melaporkan dugaan efek samping obat-obatan, vaksin, e-cigs, perangkat, dan produk lainnya. MHRA yang menjalankan skema tersebut, mengatakan tidak membuat hubungan langsung.
"Mungkin sulit membedakan antara sesuatu yang terjadi secara alami dan reaksi yang merugikan," ujar seorang juru bicara.
Terkadang, reaksi dapat menjadi bagian dari kondisi yang mendasarinya daripada disebabkan oleh rokok elektrik.
"Banyak faktor yang harus dipertimbangkan saat menilai apakah rokok elektrik telah menyebabkan reaksi merugikan yang dilaporkan."
Sebanyak 942 reaksi merugikan terhadap rokok elektrik meliputi nyeri orofaringeal, sesak napas, nyeri dada dan kelelahan, rasa tidak enak.