REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Ma'had Al Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang membantah stigma yang berkembang luas di masyarakat yang menyebut Ma'had Al Zaytun (MAZ) mengajarkan aliran sesat. Panji Gumilang memberikan pernyataannya dalam program Kick Andy Double Check yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta.
Dalam program tersebut, wartawan senior Andy Flores Noya, meminta komentar Panji Gumilang (PG) tentang stigma yang berkembang di masyarakat tentang Ma'had Al Zaytun mengajarkan aliran sesat. Menurut PG, yang memberikan tuduhan-tuduhan tentang MAZ mengajarkan aliran sesat adalah yang menganggap dirinya punya wewenang.
PG memaparkan ajaran di Al Zaytun justru menggunakan kurikulum Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan yang semua jenjang pendidikan mendapatkan akreditasi A unggul.
"Kalau kita pikir ajaran di Al Zaytun ada kurikulum, kurikulum jelas, kurikulum departemen agama, kurikulum diknas, kita combine. Dan itu mendapatkan akreditasi A unggul, tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat atas akreditasinya A unggul. Kalau itu sebuah ajaran sesat dari dulu sudah out," kata PG dalam program Kick Andy Double Check.
Sementara itu, terkait soal pelaksanaan sholat Id di Ma'had Al Zaytun yang terdapat wanita di barisan depan atau pada shaf jamaah laki-laki, menurut PG, dirinya mengendepankan fiqih sosial mengangkat harkat martabat wanita.
"Kemudian kalau hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan sholat kemudian ada wanita, saya mengedepankan fiqih sosial mengangkat harkat martabat wanita yang selama ini terpinggirkan, baru dimulai dalam politik. Itupun baru 30 persen. Sedangkan pemahaman yang saya punya berdasarkan Alquran sama. Innal muslimina, wal muslimat, wal mu'minina wal muminat wal qonitin wal qonitat. Tidak pernah dikesampingkan, sejajar, nah kalau soal itu saja lantas sesat menyesatkan bagaimana dunia? Itu hak asasi manusia untuk menjalankan ibadah menurut keyakinannya dasar kami Alquran," katanya.
Andy F Noya pun menanyakan tentang cara PG menafsirkan ayat yang berbeda dengan kebanyakan ulama ahli tafsir.
"Jangan cari persamaan, kalau persamaan semua selesai dunia ini. Dunia berpikir itu terus berkembang. Berkembang berkembang begitu juga kita memahami Alquran bukan menafsir, memahami. Itu anggapan yang tidak sama dengan anggapan kita, oke-oke saja wong saya juga tidak menyalahkan orang itu. Inilah kebebasan beragama. Siapapun tidak boleh memberikan stigma," katanya.
PG mengatakan dirinya menanamkan kepada santri-santrinya untuk mencintai negaranya agar bisa memahami ajaran agama dengan baik.
"Kalau kurikulum berjalan, tapi kita memberikan semangat kepada para pelajar dengan bimbingan agar rohnya ini punya kemerdekaan, agar pikirnya punya kemerdekaan, agar ilmunya punya kemerdekaan, sehingga apa yang dikhayalkan untuk menuju dunia baru bahagia akan ketemu. Agama itu pribadi tidak boleh dicampur dengan yang lain-lain. Dan saya tidak pernah menistakan orang yang punya kelaziman itu," katanya.