REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Belanda akan melarang polisi menggunakan pakaian atau simbol keagamaan saat bertugas, termasuk jilbab, salib Kristen, atau yarmulkes Yahudi. Langkah tersebut dilakukan setelah kelompok politik anti-Muslim sayap kanan menuntut netralitas seragam polisi.
“Saya berharap diskusi ini selesai. Dengan aturan ini, akan ada kejelasan tentang netralitas seragam. Menurut saya, ekspresi yang terlihat dari suatu agama atau kepercayaan tidak pantas untuk petugas berseragam. Mereka adalah orang-orang yang mewakili pemerintah dan diberi mandat untuk menggunakan kekerasan jika perlu," kata Menteri Kehakiman Belanda, Dilan Yesilgoz dalam sebuah surat kepada anggota parlemen, dilaporkan Arab News, Kamis (29/6/2023).
Yesilgoz menyatakan, kepolisian terbuka untuk Muslim dan pemeluk agama lain. Tetapi semua petugas akan tunduk pada aturan yang sama.
“Kalau pakai jilbab juga diterima di kepolisian, tapi di tempat berbeda. Berhadapan dengan masyarakat harus terlihat netral, agar orang yang berhadapan dengan Anda selalu melihat seragam yang sama,” kata Yesilgoz.
Pada 2017, Kepala Komisaris Polisi Amsterdam, Pieter-Jaap Aalbersberg, menganjurkan agar pembatasan dicabut untuk mempromosikan multikulturalisme. Dia mencontohkan polisi Inggris yang tidak dilarang menggunakan simbol keagamaan saat bertugas, termasuk jilbab.
Mantan polisi yang berbasis di Rotterdam, Sarah Izat, menentang pembatasan tersebut dengan memperjuangkan hak untuk mengenakan jilbab saat bertugas. Pergeseran dari sekularisme untuk menjadikan polisi lebih inklusif bagi orang Belanda keturunan imigran telah memicu kontroversi sebagai isu perang budaya di antara kelompok sayap kanan.