Jumat 30 Jun 2023 13:00 WIB

Jika Ajaran Panji Gumilang Diikuti Orang-Orang, Apakah Menjadi Dosa Jariyah?

Sejumlah ulama dan ormas Islam menyatakan ajaran Panji Gumilang menyimpang.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Massa yang tergabung dalam Paguyuban Pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (PPNKRI) melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023). Dalam aksi tersebut mereka mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin Pondok Pesantren Al Zaytun karena dinilai telah menyebarkan ajaran sesat kepada santrinya, serta mengecam pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang yang diduga telah menistakan agama.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Massa yang tergabung dalam Paguyuban Pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (PPNKRI) melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023). Dalam aksi tersebut mereka mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin Pondok Pesantren Al Zaytun karena dinilai telah menyebarkan ajaran sesat kepada santrinya, serta mengecam pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang yang diduga telah menistakan agama.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ajaran dan tata cara ibadah Panji Gumilang telah dianggap menyimpang oleh banyak ulama dan ormas Islam. Lantas bagaimana jika yang dibuat Panji Gumilang itu terus dilakukan, dan bahkan diikuti oleh orang-orang? Apakah berarti telah melakukan dosa jariyah?

Nabi Muhammad SAW bersabda terkait hal tersebut:

Baca Juga

قال صلى الله عليه وسلم: «من سن سنة سيئة، كان عليه وزرها، ووزر من عمل بها من بعده إلى يوم القيامة من غير أن ينقص من أوزارهم شيء».

"Siapa yang memprakarasai suatu keburukan dalam Islam maka ia mendapatkan dosa keburukan itu sendiri sekaligus dosa orang yang meniru perbuatannya itu, tanpa berkurang sedikit pun dosa-dosa mereka." (HR Muslim)

Siapapun yang memperkenalkan perbuatan buruk maka sama saja dengan menentang ketentuan Allah SWT dan hukum-hukum-Nya. Ketika keburukan itu tersebar ke orang-orang dan ditiru, maka yang bersangkutan telah melampaui batas dan menanggung dosa siapa pun yang melakukan keburukan tersebut.

Pemahaman tentang adanya dosa jariyah dalam Islam memang dengan mendasarkannya pada hadits tersebut dan hadits lain. Misalnya dalam hadits di mana Rasulullah SAW bersabda:

"Tidaklah setiap jiwa yang terbunuh secara zalim, kecuali putra Adam yang pertama (Qabil) mendapatkan bagian dari dosa penumpahan darah, karena dialah orang pertama yang melakukan pembunuhan." (HR Bukhari dan Muslim)

Orang yang memprakarsai suatu keburukan atau perbuatan dosa hingga merasa seakan-akan apa yang dilakukannya itu adalah bentuk keadilan Allah kepada makhluk-Nya, maka sungguh ia ada dalam kezaliman yang dibuatnya sendiri.

"Dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri, karena itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka sesembahan yang mereka sembah selain Allah, ketika siksaan Tuhanmu datang. Sesembahan itu hanya menambah kebinasaan bagi mereka." (QS Hud ayat 101)

Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya' Ulumuddin mewanti-wanti agar tidak terjebak dalam dosa jariyah. Dia berkata, "...Dan sungguh celaka seseorang yang meninggal dunia, tetapi dia meninggalkan dosa yang ganjaran kejahatan terus berjalan tiada hentinya."

Sumber:

https://www.albayan.ae/across-the-uae/2008-02-29-1.621312

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement