REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Pengurus Organisasi Kerja sama Islam (OKI) mengadakan pertemuan di Jeddah pada Ahad (2/7/2023). Pertemuan ini membahas akibat dari insiden pembakaran Alquran di depan Masjid Pusat di Stockholm, Swedia, pada hari pertama Idul Adha.
Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, menekankan pentingnya menyampaikan pesan yang jelas bahwa menodai Alquran dan menghina Nabi Muhammad SAW bukanlah insiden Islamofobia biasa. Dia menekankan perlunya masyarakat internasional untuk menerapkan undang-undang yang secara eksplisit melarang promosi kebencian agama.
Pengungsi dari Irak Salwan Momika menodai Alquran dan membakar halaman-halamannya pada 28 Juni. Tindakan itu kembali memicu kemarahan dan kecaman yang meluas atas tindakan tersebut di seluruh dunia Muslim dan Arab.
Taha meminta negara-negara anggota untuk bersatu dan mengambil langkah kolektif untuk mencegah insiden serupa di masa depan. OKI dengan tegas mengecam tindakan tersebut karena merusak rasa saling menghormati di antara orang-orang dan upaya global untuk mendorong toleransi dan moderasi.
“Kami berharap pertemuan darurat ini akan menghasilkan keluaran yang berharga dan hasil yang bermanfaat untuk menghentikan perilaku tercela ini," ujar perwakilan Arab Saudi untuk OKI Saleh Hamad Al-Suhaibani dikutip dari //Arabnews//.
Menurut Al-Suhaibani, pembakaran Alquran di Swedia itu adalah keempat kalinya. Tindakan itu dilakukan hanya dengan menggunakan dalih palsu kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Kerajaan sangat mengutuk dan mengecam tindakan berulang ini. Tindakan semacam itu tidak dapat diterima terlepas dari alasan apa pun, dan tindakan tersebut secara terang-terangan mendorong kebencian, pengucilan, dan rasisme," ujar Al-Suhaibani.
Selain itu, Al-Suhaibani mengatakan, tindakan pembakaran Alquran bertentangan dengan prinsip-prinsip agama dan semua kesepakatan global yang mendukung perdamaian dan persatuan. Negara-negara anggota OKI pun bersatu untuk mengecam insiden tersebut.
Penolakan dan kritik atas peristiwa itu pun diungkapkan oleh banyak negara, termasuk Turki, Pakistan, Kamerun, dan Gambia. Duta besar dan perwakilan negara lainnya menyuarakan ketidaksetujuan dan keprihatinan selama pertemuan OKI tersebut.
Perwakilan tetap Turki untuk OKI Mehmet Metin Eker mengatakan, tidak dapat diterima sikap Swedia yang tidak mengambil tindakan dalam menghadapi serangan provokatif terhadap nilai-nilai sakral umat Islam. "Kami melawan pihak berwenang Swedia untuk mengambil tindakan hukum yang diperlukan terhadap para pelaku kejahatan ini," katanya.
Eker pun mengajak masyarakat internasional untuk mengambil langkah konkrit untuk mencegah terulangnya tindakan provokatif tersebut. Adopsi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia merupakan langkah ke arah yang benar.
Perwakilan Turki itu pun menyarankan agar OKI mengatur acara di kantor pusatnya dan di negara-negara dengan serangan Islamofobia lazim terjadi. Upaya ini bertujuan meningkatkan kesadaran tentang masalah tersebut dan memobilisasi anggota dan mitra potensial untuk mengatasi Islamofobia secara efektif.