REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) angkat bicara soal kritikan Partai Buruh ihwal sekitar 2,8 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. KPU menegaskan, pemutakhiran data pemilih di mancanegara dilakukan dengan mengacu pada data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Data resmi (calon pemilih di luar negeri) kami dapatkan dari Kemenlu," kata Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos kepada wartawan, Selasa (4/7/2023).
Kemenlu diketahui menyerahkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) luar negeri sebanyak 1,8 juta orang. Setelah dilakukan pemutakhiran data, KPU menetapkan 1,7 juta warga Indonesia di luar negeri masuk DPT.
Padahal, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 4,6 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang berangkat secara legal. Artinya, ada sekitar 2,8 juta buruh migran Indonesia tidak terdaftar sebagai pemilih.
Dari data tersebut, tampak persoalannya adalah perbedaan data DP4 Kemenlu yang jauh lebih sedikit dibandingkan data buruh migran BP2MI. Menurut Betty, pihaknya sebenarnya sudah berkoordinasi dengan BP2MI ketika memutakhirkan data pemilih luar negeri.
Selain itu, lanjut Betty, pihaknya juga banyak mendapatkan masukan data calon pemilih dari atase tenaga kerja di kedutaan besar Indonesia di berbagai negara. KPU memasukkan calon pemilih yang disampaikan tersebut asalkan datanya lengkap seperti KTP elektronik.
"Sepanjang dia bisa membuktikan dia WNI, kami masukan sebagai pemilih. Lalu nama mereka kami hapus dari daftar pemilih di alamat asalnya," kata Betty.
Sebelumnya, Senin (3/7/2023), Partai Buruh mempertanyakan akurasi data pemilih di luar negeri yang telah ditetapkan KPU dalam DPT Pemilu 2024. Menurut partai kaum pekerja itu, terdapat jutaan pekerja migran Indonesia di luar negeri yang tidak terdaftar sebagai pemilih.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan ketidakakuratan data itu dengan membandingkan jumlah pemilih luar negeri dengan data pekerja migran legal yang dicatat BP2MI. Hasilnya, ada sekitar 2,8 juta buruh migran Indonesia yang tidak terdaftar sebagai pemilih.
Menurut Said, jutaan pekerja migran yang tidak terdaftar sebagai pemilih itu di antaranya adalah buruh perkebunan dan asisten rumah tangga (ART). "Di Malaysia, buruh-buruh perkebunan kelapa sawit tidak terdaftar, padahal banyak sekali. Di Timur Tengah juga, ada jutaan pekerja rumah tangga," ujarnya saat konferensi pers daring, Senin (3/7/2023).
Dengan adanya selisih data yang mencapai jutaan orang ini, Partai Buruh meminta KPU segera memperbaiki DPT luar negeri. "Partai Buruh meminta pemutakhiran data pemilih luar negeri dengan cara KPU bekerja sama dengan BP2MI, yang merupakan lembaga pemerintah juga," ujarnya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ternyata sudah mendeteksi ada persoalan terkait daftar pemilih di luar negeri ini. Pelaksana harian (Plh) Ketua Bawaslu RI Lolly Suhenty mengingatkan KPU bahwa belum terakomodasinya semua warga Indonesia di luar negeri ke dalam DPT luar negeri dapat menimbulkan dampak serius.
"Bisa membeludak Daftar Pemilih Khusus (DPK) di luar negeri sebagai akibat dari belum terakomodasinya pemilih luar negeri dalam DPT luar negeri," kata Betty, Senin.
DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam DPT. Orang yang masuk DPK dapat mencoblos sisa surat suara pada pukul 12.00-13.00 waktu setempat atau satu jam sebelum Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup.