REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Imran Pambudi, menyoroti wabah antraks yang mulai merebak di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunung Kidul akhir-akhir ini. Dia mengatakan, dalam penularannya ke manusia ada empat tipe atau cara.
“Pertama adalah antraks kulit. Jadi menempel ke kulit, dan nanti masuknya melalui lesi kulit. Di situ nanti akan timbul seperti melepuh,” kata Imran dalam konferensi pers daring di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Dia menambahkan, tipe antraks kulit merupakan yang paling banyak di Indonesia. Tipe antraks kedua, antraks saluran pencernaan, terjadi saat penderita makan daging dari hewan tertular dan tidak memasak daging tersebut dengan sempurna.
“Akibatnya sama, melepuh tapi di usus sehingga terjadi pendarahan dan meninggal,” jelas dia.
Jenis ketiga, lanjut Imran, tipe paru-paru atau saat bakteri masuk ke dalam inhalasi. Menurut dia, hal ini terjadi ketika spora antraks terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli.
Terakhir, antraks jenis injeksi yang diklaim baru dan menyerupai antraks kulit. Namun demikian, kebanyakan kasus antraks injeksi dia sebut ditemukan pada pengguna narkotika.
“Dan case fatality rate dari antraks ini bervariasi. Jadi kalau yang kulit, itu antara 25 persen. Untuk pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen,” tutur dia.
Paling berbahaya sejauh ini, lanjut Imran, ada di tipe antraks pernapasan paru-paru dengan case fatality rate hingga 80 persen. “Sehingga ini yang membuat penderita tadi itu cepat untuk meninggal,” kata dia.
Imran menjelaskan, khusus tipe paru-paru, partikel akan masuk di paru dan spora berkembang hingga masuk ke otak. Hal itu, bisa menimbulkan risiko meningitis. “Sehingga ini menjadikan komplikasi yang lebih berat,” kata dia.
Diketahui, hingga kini, dilaporkan ada tiga warga Gunungkidul meninggal dunia dengan status positif antraks. Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, hewan ternak yang terpapar antraks yang sudah mati dan seharusnya dikubur sesuai SOP. Namun, warga di Dusun Jati rupanya mengkonsumsi dagingnya sebelum pihaknya tiba.
"Sudah mati terus dipotong. Ketahuan karena ada warga yang sakit lapor ke kita, lalu kita surveilans," ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari, Rabu (5/7/23).