Senin 10 Jul 2023 10:37 WIB

Ideologi Isa Bugis dan NII KW 9 Pasca Gerakan Gerakan Darul Islam Kartosuwryo Tahun 1962

Aliran Isa Bugis di dalam Pusaran NII KW-9 Palsu

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Partner
.
Foto: network /Muhammad Subarkah
.

Skema Fasionalisasi di dalam pusarab NII KW-9 Palsu (Al Chaidar).
Skema Fasionalisasi di dalam pusarab NII KW-9 Palsu (Al Chaidar).

Oleh: Al Chaidar, Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

Salah satu fenomena yang menarik dalam sejarah Islam di Indonesia adalah munculnya berbagai aliran dan gerakan yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Beberapa aliran ini bahkan berusaha untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan negara Islam di Indonesia, dan berusaha menginfiltrasi dan membajak gerakan Darul Islam (DI).

Salah satu aliran yang muncul dalam sejarah gerakan Darul Islam pasca 1962 di Indonesia adalah ideologi aliran Isa Bugis. Ideologi ini berbeda dengan ideologi Darul Islam yang dipimpin oleh Kartosuwiryo, karena menolak konsep negara Islam dan lebih mengutamakan jihad maliyah (ekonomi) untuk melawan pemerintah. Mereka berusaha mengumpulkan infaq, sadaqah dan zakat untuk menyogok oknum aparat intelejen Indonesia agar menjadi tameng bagi operasional kegiatan mereka yang mengatasnamakan NII. NII yang mereka galang adalah NII yang palsu yang mereka rebut dari faksi yang defek (palsu). Isa Bugis tidak benar-benar ingin mendirikan negara Islam atau khilafah, tujuan utama mereka hanyalah mengumpulkan dana secara manipulatif dari umat yang mereka jebak melalui pengajian (tilawah, tazkiyah, dan taklim).

Ideologi aliran Isa Bugis juga dianut oleh Panji Gumilang, yang mengklaim diri sebagai penerus Darul Islam dan mengajarkan tafsir sesat tentang Al-Quran dan Hadis (Djamaluddin, 2002: 45-46).

Ideologi aliran Isa Bugis berpengaruh terhadap gerakan Darul Islam di Indonesia pasca 1962, karena menyebabkan perpecahan dan konflik di antara para pengikutnya. Beberapa kelompok yang berafiliasi dengan aliran Isa Bugis adalah Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Gafatar, dan al-Zaytun. Kelompok-kelompok ini sering terlibat dalam kasus penistaan agama, penyelewengan doktrin, dan tindakan kekerasan (Utoyo, 2012: 67-68). Kelompok-kelompok ini juga mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia, karena menentang Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara (Wildan, 2019: 15-16).

Lihat tulisan pada halaman berikutnya


Ideologi aliran Isa Bugis perlu ditangkal dan dikritisi oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, karena bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran Islam yang sebenarnya adalah ajaran yang rahmatan lil alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam dan makhluknya. Ajaran Islam yang sebenarnya juga menghormati keragaman dan toleransi antar umat beragama, serta mengedepankan dialog dan damai dalam menyelesaikan masalah (Fikri, 2018: 89-90). Ajaran Islam yang sebenarnya juga tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham sesat yang hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak orang (Maulana, 2010: 34-35).

Aliran ini mengajarkan bahwa Islam telah rusak dan perlu direformasi oleh nabi Isa. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini bergabung dengan DI di Sulawesi Selatan dan berperang melawan pemerintah. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Lembaga Kerasulan, yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq, seorang mantan anggota DI yang juga mengaku sebagai nabi Isa (Umar Abduh, 2001: 45-46).

Aliran Lembaga Kerasulan adalah aliran yang berkembang dari aliran Isa Bugis. Aliran ini mengajarkan bahwa Ahmad Moshaddeq adalah nabi Isa yang kedua dan memiliki misi untuk menyempurnakan Islam. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini juga merupakan mantan anggota DI yang tidak puas dengan hasil perjuangan DI. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Al Qiyadah Islamiyyah, yang merupakan kelanjutan dari aliran Lembaga Kerasulan (Djamaluddin, 2002: 67-68).

Al Qiyadah Islamiyyah adalah aliran yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq setelah ia keluar dari aliran Lembaga Kerasulan. Aliran ini mengajarkan bahwa Ahmad Moshaddeq adalah imam mahdi yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini juga merupakan mantan anggota DI yang masih berharap untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Gafatar, yang merupakan kelompok baru yang muncul dari aliran Al Qiyadah Islamiyyah (Fikri, 2018: 23-24).

Gafatar adalah singkatan dari Gerakan Fajar Nusantara, sebuah kelompok baru yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq bersama dengan Mahful Muis Tumanurung dan Andry Cahya. Kelompok ini mengajarkan bahwa mereka adalah pengikut tiga nabi akhir zaman, yaitu Ahmad Moshaddeq sebagai nabi Isa, Mahful Muis Tumanurung sebagai nabi Musa, dan Andry Cahya sebagai nabi Muhammad. Kelompok ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Kelompok ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota kelompok ini juga merupakan mantan anggota DI yang masih bercita-cita untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Kelompok ini juga menjadi sorotan publik karena dituduh melakukan penistaan agama dan menyebabkan perceraian (Utoyo, 2012: 45-46; Wildan, 2019: 10-11; Maulana, 2010: 34-35).

lihat tulsan pada halaman berikutnya


Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ideologi aliran Isa Bugis, Lembaga Kerasulan, Al Qiyadah Islamiyyah, dan Gafatar memiliki pengaruh terhadap gerakan DI di Indonesia. Aliran-aliran ini memiliki kesamaan dalam menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran-aliran ini juga memiliki keterkaitan dengan gerakan DI palsu karena beberapa anggota aliran-aliran ini merupakan mantan anggota DI yang berpura-pura masih berjuang untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Aliran-aliran ini juga menjadi sumber kontroversi dan konflik karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang ortodoks dan melanggar hukum negara (Yogaswara and Jalid, 2012: 78-79). Banyak kasus-kasus perceraian yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh aliran sesat Isa Bugis yang berubah-ubah namanya seperti Lembaga Kerasulan, Islam Murni, Islam Jamaah, Al Qiyadah al-Islamiyyah, dan terakhir Gafatar.

Daftar Pustaka

Abduh, Umar. Membongkar gerakan sesat NII di balik pesantren mewah al-Zaytun. Gema Insani, 2001.

Djamaluddin, M. Amin. Bunker al Zaytun: fakta kesesatan tafsir NII Panji Gumilang. Darul Falah, 2002.

Djamaluddin, M. Amin. Penyimpangan & kesesatan ma'had al Zaytun: tanggapan terhadap majalah bulanan al Zaytun. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 2001.

Fikri, Anggi Yustravika. Dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah ke Gafatar; Studi Pemikiran Gerakan Keagamaan Baru di Indonesia. BS thesis. Jakarta: Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2018.

Utoyo, Marsudi. "Tindak Pidana Penistaan Agama Oleh Kelompok Aliran Di Indonesia." Pranata Hukum 7.1 (2012).

Wildan, Muhammad. "Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR): Krisis ideologi & ancaman kebangsaan." Temali: Jurnal Pembangunan Sosial 2.1 (2019): 1-25.

Maulana, Yaser. "Aliran sesat sebagai penyebab perceraian: analisis putusan pengadilan agama Jakarta Timur Nomor 055/Pdt. G/2009/PAJT." (2010).

Yogaswara, A., and Maulana Ahmad Jalid. Aliran Sesat dan Nabi–nabi Palsu. MediaPressindo, 2012.

sumber : https://algebra.republika.co.id/posts/227193/ideologi-isa-bugis-dan-nii-kw-9-pasca-gerakan-gerakan-darul-islam-kartosuwryo-tahun-1962
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement