REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, sebagai tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menggunakan rekening milik mertuanya untuk menampung uang hasil korupsi tersebut.
"Iya betul, (rekening mertua) untuk penampungan (gratifikasi)," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Alex mengatakan, dugaan ini muncul lantaran ada beberapa transaksi yang dilakukan lewat rekening milik mertua Andhi. Hal tersebut ditemukan dalam proses penyidikan.
"Kalau dilihat dari proses pembayaran (rekening) itu digunakan untuk menampung," ujar Alex.
Adapun KPK sempat memanggil dan memeriksa Kamariah, ibu mertua Andhi sebagai saksi dalam kasus ini pada Kamis (8/6/2023). Kamariah dimintai keterangan terkait transaksi keuangan Andhi dengan menggunakan rekening miliknya.
Kini, KPK telah menahan Andhi. Dia diduga memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Makassar untuk menjadi broker atau perantara bagi pengusaha di bidang ekspor impor sejak tahun 2012-2022.
Dalam kurun waktu tersebut, Andhi menerima uang mencapai Rp 28 miliar sebagai bentuk fee. Dia menerima duit gratifikasi itu melalui transfer ke rekening beberapa orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan yang bertindak sebagai nominee.
Dari total uang tersebut, Andhi diduga menyembunyikan sekaligus menyamarkannya dengan membeli sejumlah aset. Hal inilah yang menjerat dirinya atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Andhi juga diduga menggunakan rekening ibu mertuanya untuk menerima gratifikasi. Uang tersebut kemudian dia pakai membeli berbagai keperluan keluarganya. Di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 ia membeli berlian senilai Rp 652 juta, polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan rumah di wilayah Pejaten, Jaksel seharga Rp 20 miliar.