Senin 10 Jul 2023 18:00 WIB

Pimpinan MPR Minta Putusan Nikah Beda Agama di PN Jakpus Dibatalkan

Yandri Susanto melihat, putusan PN Jakpus bertolak belakang dengan Pancasila.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Yandri Susanto akan mengajukan gugatan pembatalan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait nikah beda agama. Rencananya, gugatan itu akan didaftarkan ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (11/7/2023) untuk mengoreksi putusan di tingkat bawah.

"Saya sudah menyampaikan agar Mahkamah Agung membatalkan dan besok saya akan ke MA bersama salah satu ormas Islam untuk mendaftarkan permohonan pembatalan putusan PN Jakpus yang mengabulkan pernikahan beda agama," kata Yandri di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Wakil ketua umum DPP PAN tersebut merasa putusan PN Jakpus rancu. Hal itu karena Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UUD 45 yang bersifat final dan mengikat melarang pernikahan beda agama disahkan pengadilan. Yandri mengaku heran PN Jakpus bisa berbeda dengan MK dan tidak mengerti apakah hakim yang memutus atau ada sesuatu di balik itu.

Yandri menekankan, dalam satu negara produk hukumnya harus sama agar rakyat atau anak bangsa tidak keliru atau susah mana aturan hukum yang harus ditaati. Apalagi, MK sudah menolak gugatan itu.

"Artinya, sejatinya itu tidak perlu lagi otak-atik oleh lembaga hukum yang lain, termasuk Majelis Ulama Indonesia sudah juga memberikan fatwa pada 2005, ini juga sama," ujar Yandri.

Dia melihat, putusan PN Jakpus itu bertolak belakang dengan Pancasila. Terutama, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengatur tentang bagaimana semua warga negara wajib menganut agama. "Mencampuradukkan atau mengintervensi persoalan agama melalui pengadilan saya kira tidak pas," kata Yandri.

Yandri melihat, itu sudah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, jika tetap dilegalkan PN Jakpus menurut syariat Islam melegalkan perzinahan dan itu tidak boleh untuk kita setujui.

Maka itu, ia meminta, MA membatalkan dan besok akan hadir di MK secara langsung bersama salah satu orang Islam. Yandri meminta Mendagri Tito Karnavian melalui Dirjen Dukcapil tidak mengakomodasi atau tidak mengikuti putusan itu.

Pasalnya, setidaknya ada putusan yang sudah bertolak belakang. Sekali pun, Yandri menegaskan, dalam hirearki hukum sebenarnya MK lebih kuat karena putusannya final dan mengikat. "Dan tidak ada lagi upaya-upaya hukum yang lain, kecuali MK itu sendiri yang membatalkan keputusannya," ujar Yandri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement