REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul menyebut belum ada tambahan hewan ternak sapi yang mati akibat antraks. Hal ini disampaikan menyusul adanya laporan tambahan satu sapi mati di Padukuhan Pucangsari, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul, Retno Widyastuti, mengatakan satu sapi yang dilaporkan mati tersebut tidak mengarah ke antraks. Meski begitu, pihaknya harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium guna memastikan penyebab matinya sapi tersebut.
"(Jumlah sapi yang mati karena antraks) Masih sama dengan keterangan terakhir, jadi tidak ada tambahan," kata Retno kepada Republika, Senin (10/7/2023).
Retno menyebut, hingga saat ini sapi yang dilaporkan mati akibat terpapar antraks di Gunungkidul masih berjumlah enam sapi. Selain itu, juga ada beberapa ekor kambing yang turut dilaporkan mati karena antraks.
"Data terakhir itu sapinya enam ekor dan kambingnya enam ekor, belum bertambah," ucap Retno.
Retno menjelaskan, laporan terakhir sapi yang mati diduga terpapar antraks yakni pada 27 Juni 2023 lalu. Namun, pihaknya masih menunggu hasil laboratorium dari sapi tersebut hingga saat ini.
Dijelaskan, sapi tersebut juga memiliki gejala lumpy skin disease (LSD) atau yang disebut lato-lato. "Terakhir (yang dilaporkan mati diduga antraks) 27 Juni, tapi hasilnya belum keluar. Insya Allah mudah-mudahan itu saja, yang 27 Juni itu ada LSD-nya, jadi sapi yang mati itu ada LSD juga," ungkapnya.