REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menyebut pandangan masyarakat yang menginginkan sekolah lebih murah atau bahkan gratis menjadi salah satu penyebab terjadinya persoalan-persoalan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Bahkan, pandangan itu juga ada pada masyarakat kelas menengah ke atas.
“Yang saat ini juga menjadi masalah karena masyarakat masih melihat bahwa mencari sekolah yang lebih murah atau sekolah yang gratis. Bahkan itu juga dari kaum menengah ke atas,” ujar Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Chatarina menjelaskan, persoalan-persoalan yang terlihat saat ini oleh masyarakat sebenarnya sudah muncul ketika kebijakan tersebut ada. Ia menerangkan, kebijakan zonasi lewat empat jalur PPDB dimulai melalui Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017. Aturan itu telah mengalami beberapa revisi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pemerintah daerah agar dapat mempersiapkan PPDB tersebut dengan lebih baik.
“Masalah-masalah tersebut sebenarnya juga muncul ketika belum adanya kebijakan PPDB empat jalur. Tapi karena PPDB empat jalur ini sudah kita minta supaya melalui sistem online sehingga itu kelihatan oleh masyarakat dan muncullah kegaduhan ini,” jelas Chatarina.
Dengan sistem daring, lanjut Chatarina, masyarakat menjadi lebih tahu ternyata banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang tua, termasuk juga oleh oknum guru. Ada saja oknum guru yang melakukan pungutan liar atau meminta uang kepada orang tua murid dan lain sebagainya.
Chatarina menambahkan, pada dasarnya temuan Itjen Kemendikbudristek atas penyimpangan kebijakan PPDB merupakan pelanggaran atas prinsip kebijakan itu sendiri, yakni objektif, transparan, dan akuntabel. Ia menjelaskan, temuan-temuan yang ada sampai saat ini terjadi ketika pemerintah daerah tak melihat prinsip itu sebagai dasar dalam melaksanakan PPDB.
“Artinya kalau objektif harus sesuai dengan tujuan ditetapkannya kebijakan ini, transparan artinya semua harus jelas terbuka melalui sistem PPDB online, dan akuntabel itu artinya semua bisa terukur. Jadi itu prinsip yang dilanggar sehingga kita banyak menemukan temuan-temuan tersebut,” kata Chatarina menegaskan.