Presiden Soeharto menargetkan swasembada beras. Salah satu pendukungnya adalah adanya pupuk murah untuk para petani. Maka, Bappenas merealisasikan lewat revitalisasi pabrik pupuk. Kajian Departemen Perindustrian merekomendasikan peningkatan produksi pupuk NPK.
Kepala Biro Industri dan Perdagangan Bappenas Dipo Alam termasuk anggota rombongan yang dikirim ke Yordania, negara penghasil fosfat. Di buku biografi Dipo Alam dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin (terbit 2022), Dipo bercerita, dari Yordania ia mampir Masjidil Aqsa. Jumat menjelang Subuh, Dipo hendak berwudu di masjid kecil tidak jauh dari Masjidil Aqsa. Tentara Israel yang masih muda menodongkan senjata kepadanya, mencegah Dipo masuk ke masjid.
“Stop, kamu Kristen?” tanya tentara itu tetap menodongkan senjatanya.
“Tidak. Saya Muslim,” jawab Dipo. Lalu ia mengucap syahadat agar didengar tentara Israel itu.
Beberapa jamaah yang mengenakan gamis keluar dari masjid setelah mendengar kegaduhan ini. Melihat para jamaah yang pakaiannya berbeda dengan Dipo, tentara Israel itu pun membentaknya. “Kenapa pakaian kamu tidak seperti pakaian mereka?”
Saat itu Dipo mengenakan jas. Karena dingin, ia melingkarkan syal di lehernya. Tentara itu lalu merenggut kerah jas Dipo dan menarik syal di lehernya. “Kami Kristen radikal,” bentak tentara itu sembari mengamati penampilan Dipo dari ujung sepatu hingga ujung rambut. Dipo baru dengar sebutan Kristen radikal kali itu.
Entah bagaimana ceritanya, akhirnya Dipo diperbolehkan shalat di masjid. Dipo tak menceritakan detailnya. Sebelum menunaikan shalat tahiyat masjid, ia digamit jamaah lokal. ia tunjuk lubang yang ada di tembok dekat mihrab masjid. Ada lubang-lubang di tembok dan mihrab itu. Lubang bekas peluru yang ditembakkan secara membabi buta oleh pemuda Amerika Serikat yang berpakaian seperti pakaian Dipo. Kejadiannya juga saat shalat Subuh.
Dari masjid kecil ini kemudian Dipo menuju ke Masjidil Aqsa untuk shalat Subuh. Tentara Israel yang tadi meodongkan senjata mengawal dirinya dan bertanya heran karena Dipo fasih berbahasa Inggris. Dipo pun menjelaskan pernah kuliah di Amerika Serikat. Begitu mendengar Amerika Serikat, tentara garang itu berubah jadi sopan. “Amerika memang ‘berhala’ bagi mereka,” tulis Dipo yang ikut mendirikan ICMI pada Desember 1990 dan menjadi pengurus di kepengurusan pertama ICMI.
Di buku biografinya itu Dipo tak bercerita tahun kejadian. Namun karena ia menyebut sudah bekerja di Bappenas dan lulusan Amerika Serikat, berarti kejadiannya pada 1990-an. Dipo pulang dari Amerika Serikat pada 1990. Berangkat ke Amerika sebagai pegawai LIPI, pulang dari Amerika ditugaskan ke Bappenas.
Priyantono Oemar