Jumat 14 Jul 2023 20:03 WIB

Mitos dan Asal Usul Beringin Kembar di Alun-Alun Yogyakarta

Siapa yang hendak berbuat jahat kepada Keraton Yogyakarta akan kehilangan kesaktian usai melewati beringin kembar.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
.
Foto: network /Kurusetra
.

Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.
Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Alun-alun Yogyakarta kaya akan peristiwa sejarah, termasuk kisah mitos dalam keberadaan pohon beringin kembar. Yogyakarta memiliki dua alun-alun. Pertama Alun-Alun Lor (Utara) yang letaknya di depan Keraton, kedua Alun-Alun Kidul (Selatan) di belakang Keraton. Persamaan dari kedua alun-alun itu adalah keberadaan beringin kembar yang saling bersisian dan mengandung cerita mitos.

Kedua pohon beringin yang tumbuh tepat di tengah-tengah alun-alun itu tidak asal ditanam. Di Alun-Alun Utara kedua pohon beringin diberi nama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru (sekarang bernama Kiai Wijayadaru). Dalam Serat Salakapatra, benih Kiai Janadaru berasal dari Keraton Pajajaran, sementara benih Kiai Dewadaru berasal dari Keraton Majapahit.

BACA JUGA: Gus Dur Ungkap Alasan di Balik Gempa Yogyakarta, Benarkah Gara-Gara Nyi Roro Kidul?

.

Pohon Dewadaru diambil dari kata dewa (Tuhan) dan daru (cahaya), sehingga Dewadaru dapat diartikan sebagai cahaya ketuhanan. Bersama-sama Masjid Gedhe Kauman, Kiai Dewadaru berada di sebelah barat garis sumbu filosofis. Pohon ini menjadi gambaran habluminallah atau hubungan manusia dengan Allah.

Sementara Pohon Janadaru berasal dari kata jana dan daru. Jana berarti manusia, dari berarti cahaya, sehingga Janadaru dapat diartikan sebagai cahaya kemanusiaan.

BACA JUGA: Apa Itu Klitih, Aksi Kejatahan yang Meneror Warga dan Mencoreng Nama Yogyakarta

Letak pohon Janadaru di sisi timur bersisian dengan Pasar Beringharjo dalam sumbu filosofis. Pohon ini bermakna hubungan antara manusia dengan manusia atau habluminannas.

Seluruh permukaan Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan diselimuti pasir lembut. Namun di Alun-Alun Utara saat ini dipagari dan warga dilarang masuk, sementara Alun-Alun Selatan masih diperbolehkan.

BACA JUGA: Legenda Gunung Merapi, Dipindahkan dari Laut Selatan untuk Seimbangkan Pulau Jawa yang Berat Sebelah

Pasir ini dimaknai sebagai laut tak berpantai yang merupakan perwujudan dari kemahatakhinggaan Tuhan. Karena itu, makna dari kedua alun-alun itu adalah Manunggaling Kawula Gusti yakni bersatunya raja dengan rakyat serta bertemunya manusia dengan Tuhannya.

Di Alun-Alun Utara, sebenarnya terdapat 64 pohon beringin. Dua beringin berada di tengah-tengah alun-alun, dan 62 lainnya mengelilingi alun-alun. Angka 64 bermakna usia Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam ketika wafat dalam perhitungan Jawa.

BACA JUGA: Benarkah Gerakan Muhammadiyah dan Wahabi Berkaitan? Ini Jawaban Haedar Nashir

Fungsi alun-alun sendiri adalah...


Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.
Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.

Fungsi Alun-Alun Keraton

Jika Alun-Alun Utara bermakna Ketuhanan, Alun-Alun Selatan memiliki fungsi lebih dekat kepada kehidupan manusia. Sama seperti Alun-Alun Utara, di Alun-Alun Kidul juga terdapat beringin kembar.

Pohon bukan sembarang pohon, ada banyak kisah yang sudah menyertainya, salah satunya kisah pernikahan putri Hamengkubuwono I. Cerita yang berkembang di masyarakat Yogya tentang beringin kembar berusia ratusan tahun tersebut datang dari zaman Sultan HB I. Ketika masih bertahta, putri Sultan hendak dipinang seorang pria. Namun, putri tersebut emoh karena tak begitu menyukai pria tersebut.

BACA JUGA: Legenda Gunung Merapi, Murkanya Para Dewa dan Kutukan Dua Empu Sakti Mandraguna

.

Guna menolak lamarannya, ia meminta syarat yakni pria tersebut diwajibkan berjalan dengan mata tertutup dari pendopo di sebelah utara Alun-Alun Kidul, melewati sela-sela antara dua pohon beringin kembar. Ia diharuskan berjalan lurus dan selesai di pendopo di sebelah selatan alun alun.

Siasat sang putri berhasil, sang pemuda gagal menyelesaikan misi sehingga lamarannya ditolak. Setelah itu, Sultan HB I bersabda jika yang bisa berjalan melewati beringin kembar dengan mata tertutup, hanyalah pemuda yang hatinya benar-benar bersih dan tulus. Hingga akhirnya ada seorang pemuda yang disebut sebagai putra Prabu Siliwangi yang berhasil melewati rintangan dan menikahi sang putri.

BACA JUGA: Asal Usul Tradisi Tahlilan dan Yasinan di Malam Jumat, Cara Wali Songo Dakwahkan Islam di Tanah Jawa

Alun-Alun Kidul juga dikenal sebagai pertahanan gaib di era penjajahan Belanda. Pertahanan gaib berfungsi mengecoh pasukan Belanda yang ingin menyerang keraton agar berbelok arah.

Tak hanya soal pernikahan, beringin kembar itu juga diyakini menyimpan aura mistis. Dalam kepercayaan masyarakat sekitar, beringin kembar itu adalah pintu gerbang laut selatan atau segoro kidul.

BACA JUGA: Mitos Gerhana Bulan Bikin Orang Jawa Ketakutan

Kepercayaan terhadap mitos itu terus berkembang di warga lokal ketika di zaman Sultan HB VI. Seperti sudah menjadi rahasia umum, Keraton Yogya diyakini memiliki hubungan spesial dengan Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul. Karena itu, berkembang keyakinan, siap saja yang hendak berbuat jahat kepada Keraton Yogyakarta akan kehilangan kesaktiannya usai melewati beringin kembar.

Alun-alun ini dulunya sebagai tempat latihan militer prajurit Keraton Yogyakarta..


Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.
Beringin kembar di Alun-Alun Yogyakarta.

Lapangan Latihan Prajurit Keraton

Alun-Alun Utara yang membentang seluas 300 x 300 meter persegi dahulu dijadikan sebagai tempat latihan ketangkasan prajurit keraton, sekaligus tempat pemeriksaan pasukan menjelang upacara Garebeg. Prajurit berlatih ketangkasan berkuda atau setonan, hingga latihan memanah sambil bersila atau manahan. Tak hanya itu, Alun-Alun Kidul juga sempat menjadi tempat rampogan macan alias tradisi menombak harimau beramai-ramai.

Prajurit juga diminta untuk berlatih berkonsentrasi dengan cara berjalan lurus di antara beringin kembar. Tradisi yang disebut "masangin" itu kemudian coba dilakukan banyak warga, termasuk wisatawan sehingga dua beringin kembar tersebut semakin populer.

BACA JUGA: Sebelum Pakai Peci, Orang Betawi Pakai Blankon Seperti Orang Jawa

.

Kepopuleran masangin itu dalam upacara Keraton Yoga dilakukan setelah "topo bisu" alias bertapa tanpa berucap yang digelar setiap malam 1 Suro atau 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Ritual tersebut digelar untuk ngalap berkah serta memohon keselamatan untuk keraton dan rakyatnya.

Karena itu, mitos yang berkembang di masyarakat lokal adalah siapa yang bisa melewati sela-sela dua beringin kembar tersebut dengan mata tertutup, akan terkabul hajatnya. Hasilnya, seperti kita ketahui, hingga sekarang banyak orang penasaran membuktikan mitos tersebut.

BACA JUGA: Mengapa tidak Ada Jembatan Penghubung Antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali?

.

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:

> Savefrom.net: Download Video Youtube Ubah Jadi MP3, Gratis, Gampang, Aman

> Y2Mate: Download Video YouTube Convert Menjadi Lagu (MP3), Aman, Gratis, Gampang

> YTMP3 Converter: Download Lagu MP3 dari YouTube, Aman, Gampang tanpa Instal Aplikasi di HP, Gratis

> FreeMP3Downloads: Gratis Download Lagu MP3 dan MP4, Cukup Ketik Judul Lalu Save di HP

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

> Download Lagu MP3 Gratis dari YouTube Pakai MP3 Juice Lalu Simpan di HP: Cepat dan Mudah

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

sumber : https://kurusetra.republika.co.id/posts/227902/mitos-dan-asal-usul-beringin-kembar-di-alun-alun-yogyakarta
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement