REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan infiltrasi berbagai ideologi ke gerakan Negara Islam Indonesia (NII) sangat beragam. Itu tak hanya datang dari kekuatan intelijen, tapi ke dalam tubuh gerakan ini juga terjadi infiltrasi dan desepsi dari ideologi PKI hingga pemahaman Islam syaih dan Wahabi.
''Itulah yang terjadi sepenjang penelitian saya. Setelah tertangkap dan dieksekusinya SM Kartosoewirjo di tahun 1962, maka audiens (khalayak) politik Indonesia mulai menoleh ke Soekarno sebagai solidarity maker yang cerdik dan charming. Khalayak Indonesia kemudian lebih memilih Sukarno ketimbang SM Kartosoewirjo dengan Darul Islamnya. Klaim-klaim politik pun kemudian mengalir dari Sukarno terhadap berbagai daerah yang dianggap 'memberontak' di bawah panji Darul Islam,'' kata Al Chaidar, di Jakarta, Senin (17/07/2023) pagi.
Menurut Al Chaidar, para dissident ini banyak yang kehilangan nyawa, dan keluarganya mengalami stigmatisasi selama Orde Lama hingga Orde Baru. Padahal, yang mereka lakukan adalah memerangi Belanda yang masih tega melakukan aksi 'polisionil' di wilayah asing (foreign land) yang bukan lagi haknya untuk menancapkan kuku-kuku kekuasaan kolonialnya.
"Infiltrasi dan desepsi yang sering dilakukan oleh PKI di tahun-tahun 1950-an itu dengan membakar rumah-rumah orang kampung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tindakan ini telah membuat pemerintahan 'polisionil' Belanda salah dalam mengidentifikasi gerakan ini sebagai gerakan Tan Malaka. NEFIS dan CMI (badan intelijen militer Belanda), bahkan kemudian merekayasa dengan membuat gerakan APRA dan Westerling yang bengis, yang hingga kini Pemerintah Belanda tak pernah mau mengakui cacat moral politik kekuasaan mereka di masa lalu,'' katanya.
Selanjutnya, gerakan Darul Islam ini kemudian dipakai secara curang untuk menunda Pemilu dari tahun 1951 hingga 1955, juga pada tahun 1970 oleh Orde Baru dipakai untuk memenangkan Golkar, menunda pemilu, dan menyukseskan Program Keluarga Berencana.
"Namun, gerakan Darul Islam menolak untuk berpartisipasi dalam pembantaian terhadap PKI di tahun 1965-1966, bahkan sebaliknya mereka menyembunyikan beberapa ‘saudara komunis’ mereka ke hutan belantara, tempat Darul Islam pernah sangat mengenal setiap jengkal tapak jalannya," ujar Al Chaidar.
Lanjut pada tulisan berikutnya.
|
|