Oleh: Amirul Mukminin, mantan komandan di NII KW 9
NII Al-Zaytun merupakan refleksi khusus dunia intelejen. Mega proyek yang ditujukan untuk menjaring kalangan radikal itu, justru jadi blunder yang mencoreng kewibawaan lembaga negara tersebut.
Keamanan dan stabilitas nasional yang diharapkan terobek dengan kegaduhan seorang Panji Gumilang dengan segala tingkah lakunya yang kontroversial. Pembiaran tanpa pembinaan terhadap orang yang direkrut dan adanya motif politik semakin menyudutkan pihak intelejen yang sudah memiliki preseden negatif di tengah masyarakat.
Hal ini diperparah dengan keberadaan "oknum" intelejen yang tak welas-asih kepada rakyat. Dengan berkaca mata kuda, mereka melahirkan produk-produk yang menabrak nilai dan norma agama yang dijunjung tinggi di tengah masyarakat.
Hingga puncaknya meletuslah kekisruhan Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan kasus multidimensi yang telah menelan banyak korban dari sisi lahir dan batin mereka. Sedang dalam skala nasional dapat menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap penyelenggaraan negara yang berkeadilan.
Kecurigaan terhadap perilaku rakyat yang "menyimpang" tidak seharusnya disikapi dengan berlebihan dan otoriter. Produk NII KW 9 sebagai gerakan bawah tanah dan Al-Zaytun sebagai gerakan di permukaan yang penuh kamuflase merupakan pendekatan keliru yang semestinya tidak perlu terulang di masa yang akan datang.
Hari ini, kita saksikan ketika kesesatan Pondok Pesantren Al-Zaytun sudah sedemikian viral namun tetap ribuan calon santri mendaftar. Hal ini tentu aneh bagi khalayak ramai, namun tidak bagi jamaah yang sudah berbaiat dengan Panji Gumilang dan BIN sebagai pencetus. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa NII Al-Zaytun adalah produk gagal yang hanya melahirkan konflik di tengah masyarakat karena rusaknya sendi-sendi keberagamaan dan pada akhirnya menimbulkan gangguan keamanan serta ketertiban nasional.
Baca di halaman berikutnya...