REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus pembunuhan dan mutilasi dalam beberapa bulan terakhir marak. Bahkan kasus terbaru yakni ditemukannya potongan tubuh manusia di Jembatan Kelor, Bangunkerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, DIY. Pelaku dimungkinkan melakukan aksinya karena ada proses meniru.
Hal ini disampaikan psikolog dari Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo. Bahkan, Yunita menyimpulkan, pelaku pembunuhan dan mutilasi yang dikarenakan adanya proses meniru ini sudah direncanakan sebelumnya.
"Iya (ada kemungkinan meniru), dan itu kalau sudah ada proses meniru atau modelling, berarti kita bisa disimpulkan bahwa ini direncanakan," kata Yunita yang juga Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PCIA Malaysia tersebut kepada Republika, Senin (17/7/2023).
Meski, untuk kasus di Turi belum diketahui hingga saat ini motif pelaku melakukan pembunuhan dan mutilasi. Pihak kepolisian dalam hal ini Polda DIY menyebut masih akan melakukan pemeriksaan intensif terkait motif dua pelaku yang sudah diamankan.
"Kan ada orang yang melakukan sesuatu suddenly saja, tiba-tiba terpikir setelahnya, atau justru dia sudah merencanakan jauh hari. Karena apa? karena dia ada proses modelling dari orang bahwa saya pernah baca, saya pernah lihat, atau saya pernah nonton film," ucapnya.
Proses meniru ini salah satunya bisa dikarenakan mengakses media sosial. Dengan akses internet yang mudah saat ini, berbagai konten tersedia di media sosial, termasuk konten-konten kekerasan hingga pembunuhan.
"Misalnya kalau buka (mengakses) mutilasi, pasti banyak gambar-gambar yang seharusnya tidak boleh ditayangkan, tapi justru ditayangkan," ungkap Yunita.
Selain itu, Yunita juga menyebut kasus pembunuhan dan mutilasi dapat terjadi berdasarkan pengalaman individu masing-masing. Salah satunya karena pengalaman di masa kecil yang tidak menyenangkan, sehingga menjadikan seseorang menjadi pelaku pembunuhan dan mutilasi ini.
"Misalnya dia mungkin salah satu korban bullying, pada akhirnya pada satu waktu dia merasa 'aku tidak bisa membalas dendam', tapi membalas kepada orang yang mirip perilakunya dengan si pelaku bullying itu. Jadi dia seperti membalaskan dendam, tapi akhirnya dibalaskan ke orang lain yang perilakunya, atau wajahnya, atau suaranya, atau sifatnya itu mirip-mirip dengan orang yang pernah menyakiti dia," katanya.
Dirreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi menjelaskan, kedua pelaku ternyata bersembunyi di daerah Jawa Barat. Mengetahui hal tersebut, tim opsnal beserta perangkatnya melakukan pengejaran dan akhirnya berhasil menangkap kedua terduga pelaku pada Sabtu (15/7/2023).
"Pelaku adalah inisial W dari KTP-nya warga Magelang, dan RD warga DKI Jakarta. Akan dilakukan pemeriksaan intensif terkait motif dan perbuatan yang mereka lakukan," ujar Endriadi saat rilis kasus di Mapolda DIY, Ahad (16/7/2023).
Menurut Endriadi, kedua pelaku ini merupakan kenalan dari korban. W diketahui bekerja sebagai karyawan di sebuah usaha kuliner, sedangkan RD merupakan penjual kue. Adapun mengenai identitas korban adalah seorang laki-laki berinisial R. Korban berasal dari Pangkal Pinang, Bangka Belitung dan berstatus mahasiswa.
"Yang bersangkutan (korban) adalah mahasiswa di salah satu swasta di Yogyakarta," ungkapnya.