Kamis 20 Jul 2023 17:18 WIB

Psikolog UGM: Akan Ada Kasus Mutilasi yang Lebih Sadis

Koentjoro mengingatkan agar media berhati-hati memberitakan kasus mutilasi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Mutilasi. (Republika/Mardiah)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Mutilasi. (Republika/Mardiah)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rentetan kasus mutilasi terjadi di DIY selama 2023 ini, bahkan kasus terbaru yakni ditemukannya potongan tubuh manusia oleh kepolisian di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Koentjoro menduga akan ada kasus mutilasi lainnya terjadi.

"Saya sudah menduga bahwa ini akan ada mutilasi yang lebih sadis," kata Koentjoro kepada Republika belum lama ini.

Baca Juga

Dugaannya tersebut didasarkan dengan melihat kasus-kasus mutilasi yang juga terjadi sebelumnya di Kabupaten Sleman, seperti yang terjadi di Jalan Kaliurang, Pakem. Menurutnya, ada proses meniru dari kasus lain yang dilakukan oleh pelaku dalam memutilasi korbannya.

"Karena ini mesti ada belajar dari kasus Pakem kemarin yang (korbannya) seorang perempuan itu. Itu (kasusnya) di-booking (kamar di salah satu wisma) oleh orang pekerja (si pelaku), kemudian dipotong-potong sampai 60 sekian (bagian) seperti itu, mirip ini (kasusnya dengan yang di Turi)." ucap Koentjoro.

Terkait dengan adanya dugaan meniru dalam kasus ini, Koentjoro pun mengingatkan agar media juga berhati-hati dalam memberitakan kasus-kasus mutilasi ini. Sebab, pemberitaan juga dapat menjadi bahan bagi 'calon pelaku' mutilasi untuk meniru melakukan hal yang sama.

"Karena pemberitaan ini menjadi pembelajaran buat orang lain. Ini juga sama seperti dulu, kasus Ryan di Jawa Timur dulu. Ryan itu, kemudian Sri Rumiyati yang kasus (korban ditemukan di bus) Mayasari Bhakti, itu ditiru, ada peniruan-peniruan. Makanya harus hati-hati dalam menyiarkan itu, karena menjadi role model," katanya.

Koentjoro menyebut, korban kasus mutilasi yang potongan tubuh korban ditemukan di Turi ini sudah tidak bernyawa saat pelaku melakukan mutilasi. Pasalnya, dari potongan tubuh korban yang dipotong hingga bagian kecil menandakan bahwa tidak ada ketergesa-gesahan dari pelaku.

"Yang menarik bagi saya, proses pembunuhannya di mana, tetapi kemudian setelah itu dibawa ke rumahnya (pelaku), ketika dia dipotong dalam bentuk kecil-kecil seperti itu, artinya bahwa dia ketika melakukan mutilasi itu kondisinya aman, nyaman, tidak ada ketergesa-gesahan, tidak takut dan sebagainya," ungkapnya.

Seperti diketahui, polisi juga sudah menyebut bahwa pelaku kasus mutilasi di Turi melakukan aksinya untuk menghilangkan jejak. Bahkan, pelaku yang berjumlah dua orang tega merebus potongan tangan dan potongan kaki korbannya untuk menghilangkan jejak sidik jari.

Polisi sudah mengamankan dua pelaku berjenis kelamin laki-laki berinisial W (29) asal Kajoran, Magelang, dan berinisial RD (38) asal Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Korban juga berjenis kelamin laki-laki berinisial R (20) asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

"Ada potongan tangan, potongan kaki yang direbus oleh pelaku. Tujuannya merebus adalah menghilangkan jejak sidik jari," kata Wadir Reskrimum Polda DIY, AKBP K. Tri Panungko saat merilis perkembangan kasus tersebut di Mapolda DIY, Sleman, Selasa (18/7/2023).

Sementara itu, Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol FX Endriadi mengatakan, pelaku dan korban diketahui saling kenal. Pelaku dan korban dikatakan tergabung dalam komunitas yang melakukan aktivitas tidak wajar.

"Mereka ini tergabung di sebuah komunitas yang mempunyai aktivitas tidak wajar. Mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain," kata Endriadi.

Endriadi menyebut, pelaku dan korban kenal secara virtual dalam komunitas yang ada di media sosial. Pelaku dan korban ini diketahui sudah kenal sekitar tiga atau empat bulan.

Salah satu pelaku yang datang dari luar daerah diundang ke DIY oleh pelaku lainnya yang sudah berada di DIY, hingga bertemu dengan korban. Pertemuan secara langsung antara korban dan pelaku tersebut merupakan pertemuan yang pertama, meski sebelumnya hanya kenal melalui media sosial.

"Setelah mereka berkenalan di media sosial, dari pelaku yang ada di Yogya itu mengundang pelaku yang dari luar Yogya. Kemudian mereka berkumpul dan melakukan aktivitas yang tidak wajar berupa kekerasan ataupun aktivitas kekerasan berlebihan. Kemudian dari kekerasan berlebihan itu, korban meninggal dunia," ucap Endriadi.

Melihat korban yang sudah meninggal dunia, pelaku menjadi panik. Kepanikan tersebut membuat kedua pelaku akhirnya melakukan mutilasi terhadap korban.

"Ada pemotongan kepala, ada pemotongan pergelangan tangan, pergelangan kaki, dibungkus. Kemudian setelah itu mereka menyebarkan dan menghilangkan barang bukti dengan cara menyebarkan potongan-potongan tersebut di berbagai lokasi yang ada di Yogya, kemudian pelaku meninggalkan Yogya," ungkapnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement