Oleh : Friska Yolandha, Redaktur Internasional Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Tiktok Shop menjadi populer beberapa waktu belakangan karena strategi 'bakar uang' yang menguntungkan baik penjual maupun pembeli. Promo gratis ongkos kirim dan harga yang lebih murah membuat pembeli berpaling dari platform e-commerce lainnya.
Penjual pun sama. Biaya admin yang jauh lebih ramah di kantong membuat pelaku usaha berbondong-bondong memanfaatkan aplikasi Tiktok untuk berjualan.
Namun selain menguntungkan, Tiktok Shop juga menjadi ancaman bagi pelaku usaha lokal. Ini tidak lain tidak bukan karena adanya Project S Tiktok yang konon katanya memanfaatkan popularitas produk dan menggantinya dengan produk milik perusahaan yang terafiliasi dengan Tiktok.
Lalu, bagian mana yang mengancam? Jadi, Tiktok memanfaatkan algoritma mereka untuk melihat produk apa yang populer di sebuah negara. Kemudian, Tiktok memproduksi sendiri produk populer itu dan menjualnya di pasar negara yang menjadi target. Tentu saja, produk yang dijual lebih murah dibandingkan produk-produk lokal karena dibuat di negara asal Tiktok, China.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan terdapat bisnis lintas batas atau cross border di TikTok Shop Indonesia melalui project S TikTok Shop seperti yang pertama kali mencuat di Inggris. "Sekarang mereka klaim produk yang dijual bukan produk luar. Kata siapa, ketika saya mau bikin kebijakan subsidi untuk UMKM di online waktu Covid-19, semua pelaku e-commerce tidak bisa memisahkan mana produk UMKM mana produk impor. Yang mereka bisa pastikan adalah yang jualan di online adalah UMKM dan mereka tidak bisa pastikan produknya ini, jadi jangan bohongi saya," kata Menkop UKM di Kantor Kemenkop UKM, di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Familiar dengan Originote? Sudah berapa kali purchase skincare Skintific? Kedua produk ini tengah merajai industri skincare Indonesia dengan kandungan ceramide-nya yang diklaim bisa membuat wajah semakin glowing. Sebetulnya, ada banyak produk skincare lokal yang juga memiliki kandungan dan efek yang sama.
Tapi, sadarkah kita, masifnya promosi dua produk skincare di atas membuat promosi skincare lokal tenggelam? Coba buka media sosial mana pun, setidaknya dua sampai tiga kali kita bisa melihat iklan Skintific. Belum lagi review para influencer yang menambah nilai tambah skincare ini.
Di Tiktok, produk-produk ini selalu berada di halaman paling depan. "Produknya selalu ada di bagian flash sale yang mudah dilihat untuk pengguna," tutur Peneliti Center of Digital Economy and SMEs Indef, Izzudin Al Farras.
Sebetulnya, upaya China menguasai pasar lokal sudah terjadi sejak lama. Ingat kasus batik Cina yang harganya jauh lebih murah dibandingkan milik lokal? Hal itu kini terjadi lagi dengan memanfaatkan teknologi. Konsepnya tetap sama: memberikan produk yang dibutuhkan masyarakat dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.
Untuk mengantisipasi hal ini, Menkop pun meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat aturan yang lebih ketat untuk platform social commerce. Saat ini, belum ada aturan yang mengatur mereka.
Kemendag diminta melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Revisi Permendag ini akan melindungi UMKM dari gempuran produk Cina.
Revisi Permendag tak hanya untuk Tiktok, tetapi juga ditujukan untuk media sosial yang lain agar berjualan mematuhi ketentuan yang berlaku di Indonesia. Meskipun kini masyarakat telah lebih bijak dalam berbelanja, aturan dan perlindungan tetap diperlukan untuk melindungi produk lokal. Selain aturan dalam perdagangan, pemerintah juga perlu mengupayakan bagaimana pelaku usaha dalam negeri mendapatkan bahan baku yang murah dan mudah agar ongkos produksinya bisa bersaing dengan produk-produk China.