REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia Nadiem Anwar Makarim, memimpin pertemuan meja bundar Perhimpunan Menteri Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tentang Layanan dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada South East Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE). Diadakan di bawah Keketuaan ASEAN Indonesia, acara ini merupakan bagian dari upaya Indonesia menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan.
“Saya ingin menggarisbawahi tiga aset utama negara anggota ASEAN. Pertama, stabilitas regional, kedua, pertumbuhan ekonomi, dan ketiga, bonus demografi,” kata Menteri Nadiem, saat berbicara kepada para menteri pendidikan dan pejabat tinggi ASEAN di Jakarta, Rabu, (26/7/2023).
Menteri Nadiem mengatakan, pertumbuhan bonus demografi di kawasan ASEAN merupakan janji bagi dunia untuk masa depan yang lebih cerah. “Generasi berikutnya akan menjadi kunci penting dari perjalanan ASEAN untuk menjadi pusat pertumbuhan global. Merupakan tanggung jawab kita sebagai menteri pendidikan untuk menggerakkan upaya bersama dalam meningkatkan kapasitas anak-anak kita,” kata Menteri Nadiem yang menjabat pada 2019 sebagai menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju.
Ia menambahkan, peran penting dan dampak jangka panjang dari layanan dan pendidikan anak usia dini (PAUD) telah diakui secara luas. PAUD merupakan dasar untuk kesehatan dan kesejahteraan, keberhasilan pendidikan, serta produktivitas ekonomi dan sosial dalam jangka panjang.
Mempertimbangkan bonus demografi ASEAN, menyediakan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di tahun-tahun awal kehidupannya merupakan investasi yang bermakna untuk pertumbuhan dan kemajuan kawasan. Oleh karena itu, sebagai kelanjutan presidensi G20 Indonesia tahun lalu, Kemendikbudristek menggunakan keketuaan ASEAN untuk menyerukan investasi yang lebih besar dalam pengembangan PAUD.
“Sudah saatnya bagi kita untuk mengirimkan pesan yang lebih kuat kepada masyarakat ASEAN tentang kebutuhan mendesak untuk memberikan pengalaman belajar terbaik bagi anak-anak kita sejak dini. Karena dengan membangun generasi penerus masa depan, kita mempersiapkan masa depan ASEAN yang lebih baik,” lanjutnya.
Filosofi partisipasi dari bawah ke atas dan tindakan kolektif ini telah memungkinkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar dan terpadat di Asia Tenggara mentransformasi sistem pendidikan secara signifikan. Lebih khusus lagi kualitas pembelajaran, ketersediaan dan akses, kompetensi guru dan tenaga kependidikan, kemitraan lintas sektoral, kolaborasi sekolah-keluarga, inovasi digital, dan pengelolaan keuangan.
“Kita membutuhkan transformasi bottom-up (dari bawah ke atas) yang berkelanjutan dalam sistem pendidikan kita. Untuk itu kami menjadikan kebijakan Merdeka Belajar menjadi gerakan massal guru, orang tua, keluarga, dan masyarakat yang memungkinkan aksi kolektif dalam membawa perubahan yang esensial dan berskala besar,” lanjut Menteri Nadiem.
Sebagai wujud komitmen Indonesia, pertemuan meja bundar tingkat menteri pendidikan ASEAN diikuti dengan peluncuran Scoping Studies of ECCE Policies in Southeast Asia yang diprakarsai oleh Indonesia. Hasil penelitian ini akan memperkaya pemahaman tentang berbagai strategi yang diterapkan oleh negara-negara Asia Tenggara dalam penyelenggaraan pendidikan dan layanan anak usia dini.
Deklarasi para menteri pendidikan di ASEAN terkait layanan dan pendidikan anak usia dini juga diharapkan menjadi salah satu keluaran dari konferensi dua hari ini.
“Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan kita sebagai bangsa yang berkembang dan menjadi bagian dari komunitas internasional. Mari bergabung bersama sebagai satu komunitas untuk menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan global, dan membangun generasi penerus kita sebagai penggerak kemakmuran global,” kata Nadiem.