REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Bareskrim Polri bersama Kementrian Perindustrian (Kemenperin) bekerjasama mengungkap kasus IMEI Ilegal, yakni akses tidak sesuai prosedur pada Centralized Equipment Identity Register (CEIR) yang mengolah informasi IMEI. Sebanyak enam tersangka ditangkap atas perkara tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan, pihaknya mengapresiasi sikap Kemenperin dan pihak terkait lainnya yang kolaboratif dalam upaya penanganan kasus tersebut.
"Kita sejak awal sudah koordinasi, justru sejak laporan dari Kementerian itu sudah kita tindaklanjuti. Ini namanya join investigation, jalur koordinasi sudah kita lakukan dari awal dan akan kita lanjutkan koordinasi ini,” tutur Wahyu di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Menurut Wahyu, pengungkapan kasus tersebut berawal dari adanya aduan dari Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Eletronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin bahwa ada upaya memasukkan data secara ilegal. Dari situ, dilakukan rapat koordinasi dan kolaborasi, serta diterbitkannya Laporan Polisi Nomor LP/B/009/II/2023/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 14 Februari 2023.
"Dari hasil pengungkapan ini, kita telah mengamankan enam orang tersangka. Di antaranya adalah pemasok device elektronik ilegal tanpa hak, yaitu inisial P, D, E, dan B, dan semuanya adalah swasta. Kemudian kita juga mengamankan inisial F oknum ASN di Kemenperin, dan juga inisial A oknum ASN di Ditjen Bea Cukai," jelas dia.
Wahyu mengatakan, ada seebanyak 15 saksi dan empat samsi ahli yang telah diperiksa. Adapun kasus tersebut terjadi selama 10 hari di tanggal 10 Oktober hingga 20 Oktober 2022, yaitu terjadi pengunggahan IMEI ke dalam sistem CIER Kemenperin berjumlah 191.965 buah.
Dalam melancarkan aksinya, pelaku juga menggunakan akun jual beli online dengan menawarkan jasa buka blokir IMEI mengatasnamakan Kemenperin secara ilegal.
“Apa yang telah dilakukan oleh para pelaku ini selama 10 hari, ada dugaan kerugian negara di mana rekapitulasi IMEI 191.965 buah ini kalau dihitung dengan PPh 11,5 persen, sementara dugaan kerugian negara sekitar Rp353.748.000.000,” kata Wahyu.
Untuk modus operandi para pelaku, lanjutnya, mereka tidak melakukan proses permohonan IMEI ke pihak Kemenperin secara sah.
“Sehingga mendapatkan persetujuan Kemkominfo atau secara tanpa hak langsung memasukkan data IMEI tersebut ke aplikasi CEIR,” Wahyu menandaskan.
Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1, kemudian Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat 1, Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara 12 tahun.