Selasa 01 Aug 2023 15:13 WIB

MAKI akan Laporkan Semua Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas Besok

Pelaporan ini buntut polemik penetapan status tersangka Kepala Basarnas.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan usai konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi Kabasarnas di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (31/7/2023). Puspom TNI menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Hendri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Lektol Administrasi Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai ntersangka dalam kasus dugaan suap proyek alat deteksi reruntuhan.
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan usai konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi Kabasarnas di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (31/7/2023). Puspom TNI menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Hendri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Lektol Administrasi Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai ntersangka dalam kasus dugaan suap proyek alat deteksi reruntuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bakal melaporkan lima Komisioner KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) pada Rabu (2/8/2023). Pelaporan ini merupakan buntut polemik penetapan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.

"Fokusnya adalah penetapan tersangka TNI salah karena tidak berwenang dan tidak ada sprindik (surat perintah penyidikan)," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga

Boyamin mengatakan, pihak yang dilaporkan dalam hal ini adalah seluruh Komisioner KPK. Terutama Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang mengumumkan status penetapan tersangka Marsdya Henri dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terjaring sebagai tersangka kasus suap di Basarnas pada konferensi pers, Rabu (26/7/2023) lalu.

"(Yang dilaporkan) Alexander Marwata yang jumpa pers. Dan seluruh pimpinan karena sifat kolektif kolegial, apa yang dilakukan AM (Alexander Marwata) adalah personifikasi pimpinan (KPK)," jelas Boyamin.

Sebelumnya, MAKI mendesak Dewas KPK untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dalam penetapan tersangka kasus suap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi. Dewas KPK dinilai berwenang melakukan evaluasi terhadap kejadian yang membuat KPK sampai meminta maaf kepada masyarakat dan TNI.

Polemik ini bermula ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap pengadaan barang di Basarnas pada Selasa (25/7/2023). Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terjaring dalam operasi senyap tersebut. 

Kemudian, dalam konferensi pers pada Rabu (26/7/2023) KPK mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko menilai, penetapan status hukum tersebut menyalahi aturan lantaran pihak militer memiliki aturan khusus dalam menetapkan tersangka bagi prajurit TNI yang melanggar hukum.

"Dari tim kami terus terang keberatan, kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference (KPK) ternyata statement itu keluar bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka," kata Agung dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023).

Setelah itu, KPK mengakui adanya kekhilafan dalam menetapkan status tersangka terhadap Marsdya Henri dan Letkol Afri terkait kasus suap pengadaan barang di Basarnas. Lembaga antirasuah ini menyebut, proses penetapan itu harusnya ditangani oleh pihak TNI.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers usai menemui rombongan Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

"Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," sambung dia.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement