REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Media sosial kini menjadi salah satu platform yang sangat efektif bagi pelaku usaha untuk mempromosikan bisnis mereka. Beragam fitur yang dihadirkan oleh platform media sosial juga sangat memudahkan pelaku usaha untuk menjajakan barang-barang dagangan mereka.
Namun sayangnya, beberapa pelaku usaha memilih cara yang kurang elok untuk menarik perhatian calon pembeli. Sebagai contoh, penjual membuat sensasi dengan berkata kotor atau menggunakan gaya “nakal” demi mendapatkan banyak penonton dan calon pembeli saat melakukan siaran live shopping.
Bagi pelaku usaha atau penjual Muslim yang melakukan siaran live shopping, cara-cara seperti ini sebaiknya dihindari. Alasannya, ada sejumlah adab yang harus dipatuhi oleh umat Islam saat berdagang.
Seperti dilansir Islam QA pada Selasa (1/8/2023), umat Islam tidak diperkenankan untuk mempromosikan dagangannya dengan menggunakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Seperti diketahui, menggunakan kata makian dan konten bermuatan dewasa merupakan hal yang dilarang dalam Islam.
"Iklan (promosi dagangan) tak boleh memuat hal yang melanggar kesucian syariah," jelas Islam QA.
Dalam mempromosikan barang dagangan secara daring, ummat Islam juga dianjurkan untuk mengikuti tata cara jual-beli daring berdasarkan fatwa DSN-MUI. Salah satu poin yang diatur dalam fatwa tersebut adalah, penjual dilarang untuk memberikan deskripsi yang tidak sesuai mengenai barang dagangan, berlebihan dalam mendeskripsikan keunggulan barang dagangan, serta menggunakan testimoni palsu.
"Pedagang harus menjelaskan kriteria barang dagangannya dengan jelas, harga dengan jelas, biaya pengiriman dan estimasi waktu penyerahan barang," kata Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti dikutip melalui laman resmi MUI pada Selasa (1/8/2023).
Mengingat aktivitas live shopping kerap dilakukan di platform media sosial, umat Islam juga diimbau untuk bijak dalam berperilaku. Umat Islam sebaiknya tidak membuat konten atau siaran yang memuat informasi keliru, fitnah, gibah, gosip, ujaran kebencian, hingga pertunjukan pornoaksi dan pornografi.
"Misalnya konten joget dengan mempertontonkan aurat oleh seorang wanita. Mereka sengaja berpakaian seronok untuk meningkatkan rating viewer," ujar MUI.