REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Fenomena hujan yang hanya mengguyur satu rumah dilaporkan terjadi di Kampung Margalaksana, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Sabtu (5/8/2023). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena hujan sangat lokal itu lazim terjadi saat musim kemarau.
Menurut Kepala BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Teguh Rahayu, fenomena hujan skala sangat lokal itu disebabkan oleh awan single cell yang terbentuk di suatu area atau wilayah.
“Awan hujan biasanya bergerak di atas sebuah wilayah dan melepaskan kelembapan saat mereka pergi dalam bentuk hujan,” kata Teguh Rahayu, dalam keterangan tertulisnya, saat dikonfirmasi Republika, Ahad (6/8/2023).
Teguh Rahayu, yang akrab disapa Ayyu, menjelaskan, bangunan dan struktur lainnya dapat memblokir kejadian hujan, sehingga menyebabkan hujan jatuh hanya di satu sisi.
Selain itu, sudut matahari juga dapat memengaruhi fenomena itu, yang menyebabkan kelembapan menguap dari satu sisi sebelum memiliki kesempatan untuk jatuh sebagai curah hujan. Akibatnya, satu sisi dapat dilihat kering, sementara yang lain basah.
Menurut Ayyu, hujan lokal adalah fenomena yang lazim di musim kemarau lantaran cahaya matahari juga dapat memainkan peran dalam skenario ini dengan menguapkan kelembapan dari satu sisi. Ini berarti bahwa tidak ada hujan terjadi di sisi itu dan di sisi lain yang tidak terpengaruh oleh cahaya matahari bisa turun hujan.
“Kecepatan dan arah angin juga dapat menyebabkan hujan turun pada sudut yang berbeda, meningkatkan kemungkinan hujan yang lebih besar di satu sisi. Ada beberapa faktor yang menentukan di mana hujan akan turun. Namun, sisi mana yang akan hujan dapat bervariasi tergantung pada lokasi,” ujarnya.
Ayyu mengatakan, urbanisasi memiliki dampak pada distribusi hujan di perkotaan. Kota disebut cenderung ditutupi dengan banyak permukaan yang tidak mudah menyerap air, seperti jalan, bangunan, dan trotoar, mencegah air menembus tanah. “Itu menyebabkan meningkatnya run-off dan pada akhirnya banjir di daerah yang lebih rendah sementara meninggalkan daerah lain kering,” katanya.
Menurut Ayyu, wilayah perkotaan juga lebih mungkin menyerap panas, seperti dari beton dan aspal, yang kemudian menciptakan pulau panas (heat island). Tempat-tempat yang lebih hangat itu menyebabkan udara naik, sehingga terjadi peningkatan curah hujan di daerah tersebut dibandingkan dengan lingkungan perdesaan.
Ayyu mengimbau masyarakat tidak perlu panik terkait dengan fenomena hujan dalam skala sangat lokal. Pasalnya, hal itu lazim terjadi di musim kemarau, seperti pada saat ini. Kondisi itu juga disebut tidak berkaitan dengan prekursor bencana.
“Mohon disikapi dengan tenang dan tidak panik. Masyarakat kami imbau hanya percayai berita yang berasal dari akun atau kanal resmi lembaga pemerintahan yang berwenang seperti BMKG, BPBD, dan Basarnas. Jangan mudah menyebarkan berita yang belum jelas asal-usulnya,” kata dia.