REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan mengomentari soal permasalahan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pada 2023 ini, muncul berbagai keluhan soal PPDB di berbagai daerah, khususnya sistem zonasi, termasuk di wilayah Jawa Barat (Jabar).
Selaku mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan (mendikbud), Anies Baswedan menyebut salah satu persoalan yang memicu masalah pada PPDB adalah kesenjangan jumlah kursi atau kuota di sekolah negeri.
“Salah satu masalahnya karena bangku di sekolah kita ini seperti piramida. Jadi, semakin rendah jenjang pendidikannya, semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi jenjangnya, bangku sekolah semakin sedikit,” kata Anies, saat Dialog Rakyat yang digelar di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Jabar, Ahad (6/8/2023).
Anies mencontohkan di mana banyak siswa SD negeri yang kemudian tidak tertampung SMP negeri. Begitu juga ketika lulusan SMP tidak bisa terakomodasi di SMA negeri.
“Ini membuat pendidikan siswa itu tidak bisa sampai tuntas karena ada perbedaan bangku sekolah di SD sampai SMA. Seharusnya, ketika mereka masuk kelas satu SD, ini sudah ada kepastian agar bisa lulus dari SMP (negeri) dan SMA (negeri),” kata Anies.
Agar sebuah negara bisa maju, Anies mengatakan, maka anak-anak harus mendapatkan akses pendidikan yang merata. Bukan hanya bagi yang mempunyai uang, anak-anak dari keluarga kalangan ekonomi tidak mampu pun wajib mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan tuntas.
“Jangan sampai lulus hanya sebagian saja, dan sering kali problem ini tidak kita selesaikan dengan tuntas,” kata Anies.
Modus canggih
Di Provinsi Jabar, pada pelaksanaan PPDB 2023 ditemukan sejumlah indikasi pelanggaran atau kecurangan. Salah satunya terkait dugaan pemalsuan dokumen kependudukan yang menjadi syarat pendaftaran PPDB. Dalam hal ini dokumen Kartu Keluarga (KK).
Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jabar tengah mendalami dugaan pemalsuan dokumen itu. Dilaporkan setidaknya ada 89 kasus dugaan pemalsuan dokumen pendaftar PPDB, tersebar di 28 sekolah.