REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Tak hanya membenahi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor juga melakukan pembenahan di sekolah-sekolah. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, memastikan tidak ada praktik pungutan liar (liar) di sekolah agar anak dan orangtua tidak terbebani.
“Jangan ada praktik-praktik serta hal yang memberatkan dengan kita mendidik siswa dan orangtuanya dengan budaya pragmatisme. PPDB sistemnya terus kita benahi, termasuk juga kebiasaan sekolah,” kata Bima Arya ketika ditemui Republika usai meninjau kegiatan belajar mengajar di SMPN 8 Bogor, Senin (7/8/2023).
Bima Arya menegaskan, jangan sampai praktik pungli itu membebani siswa dan orangtua. Mulai dari pembayaran kunjungan, buku, seragam, hingga pembayaran lain yang tidak disepakati bersama komite.
“Bisa saja pungutan yang disepakati atau tanpa diketahui komite, kemudian diberikan uang sebagai honor padahal tidak ada di aturan. Intinya jangan memberatkan siswa, orangtua, jangan memberatkan guru, dan sekolah,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bima Arya meminta masyarakat Kota Bogor untuk melapor apabila mendengar, melihat, dan merasakan praktik-praktik pungli yang meresahkan di sekolah. Melalui aplikasi SiBadra dan nomor aduan khusus pungli di 0852-1845-1813.
“Silakan yang mendengar, melihat, dan merasakan praktik praktik yang meresahkan di sekolah silakan lapor ke Sibadra atau ada nomor yang lain juga. Saya ingin membangun sistem yang tidak memberikan ruang kepada praktik pungli,” tegasnya.
Kepala SMPN 8 Bogor, Endang Mina, menyambut baik gagasan Bima Arya yang menegaskan tentang komitmen menghapuskan dugaan korupsi di sekolah. Baik lewat praktik pungli, maupun praktik lainnya.
Sebagai langkah ke depan, Endang yang baru saja dirotasi dari SMPN 3 Bogor, akan bersinergi dengan guru-guru dan staf di SMPN 8 Bogor untuk mewujudkan arahan Wali Kota Bogor. “Selaku kepala sekolah baru yang ditempatkan di tempat baru, saya harus menberikan penguatan kepada teman-teman untuk bisa bersama bersinergi. Minimal mendekati apa yang diinginkan Pak Wali, tidak ada lagi pungli,” kata Endang.
Kendati demikian, Endang mengakui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang diterima sekolah tidak mencukupi untuk mengadakan sarana fasilitas di atas standar. Sebab, anggaran yang dimiliki sekolah dari dana BOS merupakan anggaran dengan fasilitas standar.
“Jujur saja memang anggaran yang ada di dana BOS tidak mencukupi untuk bisa sekolah mengadakan segala sarana fasilitas yang di atas standar. BOS itu kan hanya untuk standar saja, akan ada banyak sekali hal-hal yang tidak ter-cover di sana,” ucapnya.
Namun, Endang memastikan, apabila ada keperluan mendadak dan penting, dana yang diajukan untuk orangtua siswa bukan masuk ke kantong guru maupun kepala sekolah. Tapi dikembalikan fasilitas itu untuk kepentingan anak-anak belajar.
Selain itu, kata dia, dana yang diajukan ke orangtua siswa akan dikoordinasikan dengan komite sebagai jembatan kepada orangtua. Sehingga apabila ada orangtua siswa yang keberatan, bisa dicarikan jalan keluar.
“Artinya bahwa kalaupun itu ada (pungutan), itu tidak boleh liar. Sifatnya harus sepengetahuan sekolah dan dikondisikan oleh komite dengan cara yang memang tidak membebani orangtua. Ada kesepakatan lah,” jelasnya.