REPUBLIKA.CO.ID, QUITO – Capres Ekuador Fernando Villavicencio yang ditembak mati saat kampanye, dikenal berani bersikap keras terhadap kartel narkoba dan korupsi. Saat ini, negara di Amerika Selatan tersebut diwarnai gelombang kekerasan yang dilakukan para geng kriminal.
Presiden Guillermo Lasso mengonfirmasi terjadinya pembunuhan terhadap Villavicencio dan mencurigai kejahatan terorganisasi berada di belakang pembunuhan ini. Dua pekan sebelum pelaksanaan pilpres pada 20 Agustus 2023.
Dalam pidato terakhirnya sebelum terbunuh, Villavicencio berseru di hadapan massa pendukungnya akan mencerabut korupsi dan memenjarakan para pencuri uang negara. Sebelum penembakan, ia juga mengungkapkan banyak mendapatkan ancaman mati.
Ancaman itu termasuk dari kelompok yang berafiliasi dengan Kartel Sinaloa Meksiko, salah satu kelompok kejahatan terorganisasi internasional yang beroperasi di Ekuador. Ia menyatakan, kampanyenya merupakan ancaman terhadap kelompok-kelompok semacam itu.
‘’Di sini saya tunjukkan wajah saya. Saya tidak takut pada mereka,’’ kata Villavicencio dalam pernyataannya sambil menyebut bos kartel yang kini berada dalam tahanan, Jose Adolfo Macas alias Fito. Villavicencio satu dari delapan calon yang berasal dari Build Ecuador Movement.
Patricio Zuquilanda, penasihat kampanye Villavicencio mengungkapkan, capresnya mendapatkan setidaknya tiga ancaman mati sebelum terjadinya penembakan. Ia melaporkannya ke pihak berwenang, terjadi satu penangkapan terhadap pelaku ancaman mati.
Ida Paez, salah satu pendukung, mengatakan kampanye Villavicencio memberinya harapan negara ini bisa mengatasi para geng kriminal itu. ‘’Kami bahagia. Fernando bahkan menari. Kata terakhirnya adalah jika seseorang menganggu warga, dia menganggu keluargaku.’’