REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan peralihan dari kendaraan konvensional berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik sudah menjadi hal yang sangat esensial bagi penduduk di Jakarta.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengatakan pemakaian bahan bakar minyak untuk kendaraan telah menyumbang emisi berskala besar membuat kualitas udara menjadi tidak sehat bagi manusia.
"Sepertinya habis dari sini (polusi udara) kita niat mengonversi sepeda motor ke listrik ataupun membeli kendaraan listrik," ujarnya di Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Pada 2020, Bloomberg Philanthopics dan Vital Strategies menerbitkan laporan inventarisasi emisi pencemaran udara di Jakarta. Berdasarkan hasil inventarisasi itu, sumber emisi bahan bakar yang digunakan di Jakarta adalah batu bara 0,42 persen, minyak 49 persen, dan gas 51 persen.
Kemudian, persentase penggunaan bahan bakar di Jakarta menurut sektor-sektornya adalah transportasi 44 persen, industri energi 31 persen, industri manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen. Menurut Sigit, kajian itu menempatkan sulfur dioksida pada posisi pertama dari semua emisi dan sumber polusi udara di Jakarta dengan angka mencapai 61,96 persen dari total 4.254 ton.
Emisi sulfur dioksida tersebut dihasilkan oleh pembangkit listrik dari industri manufaktur. "Kalau polusi lainnya nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO), PM10, PM2,5, karbon hitam, senyawa organik volatil non-metana (NMVOC) itu sebagian besar disebabkan oleh kendaraan bermotor," ujarnya.