REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN – Anggota kelompok sayap kanan Denmark, Danske Patrioter, kembali melakukan aksi pembakaran Alquran. Aksi itu dilakukan di depan gedung Kedutaan Besar (Kedubes) Turki di Kopenhagen, Sabtu (12/8/2023). Sehari sebelumnya Danske Patrioter juga telah melakukan pembakaran Alquran di depan beberapa kedubes di Kopenhagen, termasuk Indonesia.
Dilaporkan Yeni Safak, ketika melakukan pembakaran Alquran di depan Kedubes Turki, anggota Danske Patrioter juga meneriakkan slogan-slogan anti-Islam. Danske Patrioter menyiarkan aksi tersebut secara langsung di akun media sosialnya. Karena masih dipandang sebagai bentuk kebebasan berekspresi, aksi pembakaran Alquran oleh anggota Danske Patrioter mendapat pengawalan dan penjagaan dari kepolisian setempat.
Dari Kedubes Turki, anggota Danske Patrioter kemudian melanjutkan aksi pembakaran Alquran di depan Kedubes Irak. Pada Jumat (11/8/2023), Danske Patrioter melakukan pembakaran Alquran di depan kedubes Pakistan, Aljazair, Indonesia, dan Maroko. Mereka juga membakar Alquran di dekat sebuah masjid di Kopenhagen.
Bulan lalu Danske Patrioter telah beberapa kali melakukan pembakaran Alquran. Mereka melakukan aksinya di depan atau di luar kedubes Iran, Irak, Turki, dan Mesir di Kopenhagen. Pemerintah Denmark telah mengecam aksi tersebut. “Pemerintah Denmark mengutuk pembakaran Alquran. Pembakaran kitab suci dan simbol agama lainnya merupakan tindakan memalukan yang tidak menghormati agama orang lain,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Denmark dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resminya, 22 Juli 2023 lalu.
Denmark mengungkapkan, pembakaran Alquran merupakan tindakan provokatif. Aksi itu dinilai tak hanya menyakiti banyak orang, tapi juga menciptakan perpecahan antara agama dan budaya yang berbeda di negara tersebut. “Denmark memiliki kebebasan beragama dan banyak warga Denmark adalah Muslim. Mereka (Muslim) adalah bagian berharga dari populasi Denmark,” kata Kemenlu Denmark.
Kelompok Danish Muslim Union (DMU) menyambut upaya yang sedang ditempuh Pemerintah Denmark untuk mencegah berulangnya aksi penistaan dan pembakaran Alquran di negara tersebut. Namun DMU, selaku asosiasi Muslim dan masjid terbesar di Denmark menilai, Kopenhagen perlu mengambil langkah lebih komprehensif karena terdapat permasalahan lebih besar di masyarakat.
“Muslim Denmark terbiasa dengan pembakaran Alquran. Faktanya, seluruh fenomena ini dimulai dari Denmark,” kata Juru Bicara DMU Urfan Zahoor, dikutip laman Yeni Safak, 5 Agustus 2023 lalu.
Zahoor menjelaskan, DMU sudah sejak lama menyuarakan bahwa aksi penistaan atau pembakaran Alquran tidak dilakukan di Denmark atas dasar kebebasan berbicara dan berekspresi. “Selama bertahun-tahun, kami telah mencoba meyakinkan para politisi bahwa tindakan ini seharusnya tidak menjadi bagian dari masyarakat demokratis, tetapi entah bagaimana kami tidak berhasil,” ucapnya.
Terkait prinsip kebebasan berbicara dan berekspresi yang digunakan sebagai dalih dalam aksi penistaan Alquran, Zahoor mengingatkan bahwa setiap negara memiliki batasannya masing-masing. “Beberapa (negara) tidak ingin berbicara tentang raja atau ratu, atau mengizinkan penyangkalan Holocaust (pembantaian Yahudi era Perang Dunia II), atau pembakaran bendera negara asing,” katanya.
Menurutnya, setiap negara memutuskan sendiri apa yang baik untuk masyarakat mereka. “Kami ingin meyakinkan orang-orang bahwa masyarakat Denmark yang menjadi bagian kami harus berkembang menjadi masyarakat di mana tidak ada kelompok minoritas yang menjadi sasaran,” ujar Zahoor.
Intervensi pemerintah untuk menghentikan pembakaran Alquran tidak akan cukup....