Kamis 17 Aug 2023 14:49 WIB

Sahur, Ramadhan, dan Peristiwa 17 Agustus 1945

Hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan. Foto:   Sjahrir, Sukarno, dan Hatta berfoto bersama Letnan Kolonel Van Beek (Komandan KST) di Yogyakarta.
Foto: Nationaalarchief.nl)
Hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan. Foto: Sjahrir, Sukarno, dan Hatta berfoto bersama Letnan Kolonel Van Beek (Komandan KST) di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dahulu perjuangan para pemimpin bangsa Indonesia selama hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan. Di samping memperjuangkan bangsa, mereka pun tak lupa menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim untuk berpuasa. Kala itu, kemerdekaan jatuh pada 9 Ramadhan 1364 hijriah.  

Dikutip dari buku Api Sejarah 2 tulisan Prof Ahmad Mansur Suryanegara, saat itu, dalam kalender 1945, 17 Agustus bertepatan dengan hari Jumat Legi, tanggal 9 Ramadhan 1364. Ini berarti umat Islam di seluruh dunia sedang dalam melaksanakan ibadah shaum. Naskah teks proklamasi yang dituliskan oleh Bung Karno dan diketik oleh Sajoeti Melik, serta ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta dilakukan pada saat waktu makan sahur shaum Ramadhan 1364.

Baca Juga

Hatta menuturkan makan sahur di rumah Laksamada Tadashi Maeda. Beberapa jam sebelum proklamasi kemerdekaan, kondisi Soekarno dan Hatta dalam keadaan lelah. Mereka baru tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Sebelumnya, mereka berada di Rengasdengklok, diculik sejumlah pemuda yang memaksa Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, sebelum 17 Agustus 1945.

Seampainya di Jakarta, mereka langsung menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No 1. Sebelumnya, Soekarno lebih dahulu menurunkan istrinya, Fatmawati, dan putranya, Guntur, di rumah Soekarno.

Rumah Laksamada Maeda dipilih sebagai tempat penyusunan teks proklamasi karena sikap Maeda yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya. Perwira Angkatan Laut ini memang berbeda dengan perwira militer lainya. Ia akrab berhubungan dengan rakyat Indonesia.

Ia adalah pejabat yang bertanggung jawab atas Bukanfu di Batavia. Maeda tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya, tetapi juga membentuk suatu kantor penerangan yang dipercayakan kepada Soebardjo. Melalui kantor inilah, ia membuat berbagai program, termasuk mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas bagi masa depan bangsanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement