Jumat 18 Aug 2023 16:25 WIB

Tak Setuju PPDB Zonasi Dihapus, Dewan Pendidikan DIY: Disempurnakan Saja Aturannya

PPDB diganti belum tentu yang baru akan memuaskan juga.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Sutrisna Wibawa.
Foto: Republika TV/Wahyu Suryana
Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Sutrisna Wibawa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rencana Presiden Joko Widodo untuk menghapus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Dewan Pendidikan DIY yang tidak sepakat jika PPDB zonasi nantinya dihapus.

"Ini karena pelaksanaan PPDB zonasi di wilayah DIY berjalan cukup lancar, bahkan telah mendorong pemerataan pendidikan," kata Ketua Dewan Pendidikan DIY Prof Sutrisna Wibawa.

Daripada dihapus, ia menyarankan agar PPDB sebaiknya terus disempurnakan aturannya, agar tidak membuat bingung orangtua siswa dengan sistem baru.

"Zonasi sudah berjalan lama, karena itu menurut saya penyempurnaan saja, kurangnya di mana. Karena sebenarnya dampak pemerataan pendidikan melalui PPDB sudah mulai terlihat di DIY," ujarnya kepada Republika, Jumat (18/8/2023).

Menurut Prof Sutrisna, PPDB zonasi telah mendorong para siswa berprestasi tidak mengelompok di satu sekolah, sehingga menghilangkan sekolah favorit. Harapannya, siswa berprestasi akan dapat memacu semangat rekan-rekannya di sekolah.

Saat ini dampaknya bahkan telah terlihat dengan banyaknya sekolah-sekolah di pinggiran DIY yang siswa-siswanya berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri. "Yang masuk ke universitas negeri sudah mulai merata, sudah berdampak. Tidak hanya sekolah tengah kota, di pelosok jadinya kan standarnya sama," tegas dia.

Terkait berbagai kasus kecurangan yang ditemukan saat pelaksanaan PPDB di seluruh Indonesia, menurut Prof Sutrisna, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPDB zonasi di DIY, pelaksanaannya dinilai relatif lancar dan tidak terlalu banyak masalah.

Memang ditemukan beberapa calon siswa yang memalsukan alamat domisili, akan tetapi jumlahnya tidak banyak dan dinilai bisa diatasi dengan lebih baik. Mengenai pemalsuan alamat dalam Kartu Keluarga (KK), menurutnya hal tersebut dapat diatasi dengan verifikasi yang melibatkan pihak sekolah.

Ini tentunya bisa dilakukan mengingat kuota zonasi masing-masing sekolah tidak banyak. Kecurangan-kecurangan terkait data tersebut juga dapat terdeteksi melalui data Nomor Induk Kependudukan (NIK) Disdukcapil.

"Kalau yang seperti itu bisa diatasi. Saya tidak setuju kalau dihapus, PPDB diganti belum tentu yang baru akan memuaskan juga," kata Prof Sutrisna.

Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah (ASPD) juga dinilai membantu dalam pelaksanaan PPDB zona prestasi. Dalam hal ini meski sebutan sekolah favorit dihapuskan, sekolah-sekolah tetap memiliki standar dan prestasi yang jelas.

"ASPD kan relatif standar, rapor kan sekolah satu dengan yang lain beda. Pola DIY seperti ini bisa diterapkan di wilayah lain," tegasnya.

Kendati begitu, ia mengakui permasalahan fasilitas dan sarana prasarana yang menjadi pertimbangan orangtua melakukan kecurangan demi agar anak-anak mereka masuk ke sekolah yang dianggap bagus.

Sebenarnya hal tersebut dapat dibantu juga dengan peran orang tua dan masyarakat secara umum, karena anggaran pemerintah masih sangat terbatas.

"Itu kan peran orang tua juga, jangan di sekolah favorit nyumbang, di sekolah lain tidak. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua antara orang tua, pemerintah, dan masyarakat," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement