REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Seorang aktivis sayap kanan Belanda menginjak-injak dan merobek Alquran di depan Kedutaan Turki di Den Haag, Jumat (18/8/2023). Pemerintah Belanda mengutuk tindakan tercela itu, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum untuk mencegahnya.
Dilaporkan Al Arabiya, pemimpin kelompok sayap kanan Pegida cabang Belanda, Edwin Wagensveld, merusak Alquran di depan Kedutaan Turki. Dia melakukan aksi tercela itu bersama dua orang lainnya.
Polisi telah menutup akses ke jalan di sekitar Kedutaan Turki. Sekitar 50 pengunjuk rasa hadir di lokasi tersebut.
Beberapa dari mereka mulai melempari Wagensveld dengan batu ketika dia merobek lembaran Alquran. Sekitar 20 polisi yang dilengkapi tameng dan pentungan turun tangan ketika beberapa massa mencoba mengejar Wagensveld saat dia meninggalkan lokasi.
Menteri Kehakiman Belanda kelahiran Turki, Dilan Yesilgoz, menggambarkan penistaan terhadap Alquran cukup primitif dan menyedihkan. "Tetapi undang-undang negara mengizinkan demonstrasi semacam itu," ujar Yesilgoz.
Pada Januari, Wagensveld menghadapi persidangan atas komentarnya selama demonstrasi serupa. Ketika itu dia merobek Alquran di luar parlemen sambil menyamakan kitab suci umat Islam itu dengan buku Mein Kampf karya Adolf Hitler.
T-shirt yang dia kenakan dalam aksi tercela pada Jumat membuat klaim serupa. Pemimpin partai sayap kanan lainnya, PVV, Geert Wilders, mengunggah pesan di media sosial yang mendukung demonstrasi pada Jumat oleh Pegida.
Serangan serupa terhadap Alquran telah terjadi di negara-negara Eropa lainnya baru-baru ini. Pada akhir Juli, dua pria membakar Alquran di depan parlemen Swedia, dan insiden serupa terjadi di Denmark tahun ini.
Demonstrasi semacam itu telah memicu kemarahan dan keresahan di beberapa negara Muslim. Kamis (17/8/2023), badan intelijen Swedia meningkatkan tingkat peringatan keamanannya menjadi level empat dari skala lima. Langkah ini tanggapan atas reaksi kemarahan di dunia Muslim terhadap pembakaran Alquran.