REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah mendorong potensi swasta/pihak ketiga dalam membantu warga yang terdampak krisis air bersih akibat musim kemarau tahun ini.
Penyelesaian penanganan akibat dampak musim kemarau ini bukan melulu tanggung jawab pemerintah saja, namun semangat gotong-royong untuk saling membantu harus dioptimalkan agar persoalan ini dapat diselesaikan bersama-sama.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Provinsi Jateng, Bergas C Penanggungan mengungkapkan, di beberapa daerah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng mendorong agar potensi CSR swasta ikut digerakkan untuk membantu menangani dampak musim kemarau.
Terutama di sejumlah lokasi yang mengalami dampak krisis air bersih bagi kebutuhan sehari-hari. Terlebih sampai dengan Agustus 2023 ini dampak musim kemarau terus meluas di Jateng.
Tak kurang 310 desa yang tersebar di 130 kecamatan di 27 kabupaten/kota telah terdampak. Di luar jangkauan pemerintah daerah, partisipasi swasta melalui program-program CSR juga sangat besar.
“Seperti di Kabupaten Semarang misalnya, potensi untuk menggerakkan swasta cukup besar, namun dari data BPBD Jateng, keterlibatan swasta untuk membantu menangani dampak krisis air bersih ini belum digerakkan,” ungkapnya, Selasa (22/8/2023).
Kendati begitu, masih kata Bergas, di sejumlah daerah upaya-upaya untuk menggerakkan pihak ketiga agar berpartisipasi dalam penanganan dan antisipasi bencana kekeringan ini sudah dapat berjalan.
Sebab dengan semangat gotong-royong dan mengatasi persoalan krisis air bersih dengan cara ‘keroyokan’ juga akan sangat meringankan. Makanya ia mendorong agar potensi daerah ini juga ikut digerakkan bersama dengan pemda.
"Kami mengapresiasi program-program CSR pihak ketiga yang sudah digerakkan untuk membantu penanganan krisis air bersih akibat dampak musim kemarau di Jateng,” tegasnya.