KURUSETRA -- Salam Sedulur... Dua pekan lalu Kurusetra berbincang santai dengan sejumlah penduduk Pasar Minggu yang sudah tinggal sejak tahun 1960-an di sebuah acara. Dari beberapa pengakuan bapak-bapak yang rata-rata sudah berusia di atas 65 tahun punya benang merah cerita yang sama: di wilayah Pasar Minggu banyak terdapat pohon buah yang menjadikan wilayah tersebut sentral penjualan buah-buahan.
Tak ayal, lagu ciptaan Adi Karso yang populer sekitar 1960-an mengisahkan tentang Pasar Minggu yang menjual beraneka ragam buah berangkat dari kenyataan. "Pepaya, mangga, pisang, jambu. Dibeli dari Pasar Minggu. Di sana banyak penjualnya, di kota banyak pembelinya."
Potongan syair lagu anak-anak itu menjadi gambaran tepat bagaimana aktivitas pedagang di Pasar Minggu pada tempo dulu yang dikenal menjual buah-buahan. Sebutan Pasar Minggu juga punya sejarah panjang. Pada awal abad ke-19, Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia menciptakan sistem hari sehingga aktivitas pedagang ditentukan sesuai hari dan lokasinya.
.
BACA JUGA: Dari Mana Budaya Ngapel ke Rumah Pacar Harus Malam Minggu?
Seperti ditulis Asep Suryana dalam bukunya, Pasar Minggu, Tempo Doeloe: Dinamika Sosial Ekonomi Petani Buah 1921-1966, Pasar Minggu ditetapkan bersamaan dengan sejumlah pasar di berbagai tempat yang diberi nama sesuai hari. "Menetapkan pasar hari Minggu di tempat yang selanjutnya menjadi Pasar Minggu, di samping hari-hari pasar lainnya seperti hari Senin, menjadi Pasar Senin (Senen), hari Rabu menjadi Pasar Rebo dan seterusnya," tulis Asep Suryana.
Wilayah Pasar Minggu sebagai pemasok buah-buahan sudah berlangsung sejak wilayah tersebut ditetapkan sebagai bagian ommelanden Batavia (daerah kitaran Batavia). Wilayah ini dulunya bawah Distrik Meester Cornelis (Jatinegara) pada pertengahan 1800-an.
BACA JUGA: Kisah 300 Tahun Makam Keramat Pangeran Jayakarta Disembunyikan di Jatinegara Kaum
Keberadaan Pasar Minggu sebagai pusat penjualan buah diperkuat dengan cerita Zaenuddin, HM dalam buku 212 Asal-usul Djakarta Tempo Doeloe. Zaenuddin menceritakan Pasar Minggu sebagai sebuah perkampungan tua di Jakarta Selatan. Tempat ini menjadi salah satu ikon penting dalam sejarah kota Jakarta karena selain terdapat pasar, juga terminal bus dalam kota maupun antarkota.
Sistem kereta api Batavia-Buitenzorg yang menghubungkan Jakarta-Bogor telah beroperasi pada 1873 membuat komoditas pertanian dari wilayah pinggiran atau penyangga Batavia, termasuk Pasar Minggu dapat diangkut ke pusat kota. "Semula, bangunan pasar di Pasar Minggu terbuat dari bambu beratapkan bahan atep, yakni dari daun kelapa ataupun dari bahan alang-alang," tulis Zaenuddin HM dalam bukunya.
BACA JUGA: Citayam Tanah Para Jawara: Kisah Heroik Tole Iskandar dan Legenda Raden Sungging Melawan Belanda
Tak hanya menjual buah-buahan sebagai komoditas pertanian utama, di Pasar Minggu juga banyak pedagang yang menjual kebutuhan sehari-hari... >>>
Dari Buah Sampai Doker
Tak hanya menjual buah-buahan sebagai komoditas pertanian utama, di Pasar Minggu juga banyak pedagang yang menjual kebutuhan sehari-hari yang berlangsung dari pukul 07.00 dan berakhir pukul 10.00 pagi. Contohnya adalah pedagang keturuan Tionghoa yang datang setiap hari menjual beras, walaupun aktivitas pedagang saat itu di Pasar Minggu masih terkonsentrasi pada hari Minggu saja.
Lokasi pasar saat itu pun belum permanen. Namun uniknya ada juga kegiatan judi seperti dadu koprok dan pangkalan ronggeng yang dikenal dengan sebutan Doger di Pasar Minggu.
BACA JUGA: Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar
.
Pasar Minggu resmi menjadi sentra buah-buahan saat Pemerintah Hindia Belanda mendirikan laboratorium penelitian tanaman pangan dan buah-buahan dengan sistem modern pada 1921. Di kantor tersebut diadakan penelitian dan rekayasa bibit unggul berbagai jenis tanaman buah untuk kemudian disebarluaskan ke para petani.
Dengan cara itu, Pasar Minggu berkembang menjadi sentra penghasil pertanian, seperti buah-buahan, sayuran, dan susu. Lokasi Pasar Minggu kemudian dipindah ke dekat jalan dekat rel kereta api dekat dengan terminal bus.
BACA JUGA: Kisah Perang Saudara dalam Kesultanan Banten di Balik Asal Usul Ragunan
Karena lokasi Pasar Minggu belum permanen, pada 1930, Pemerintah Hindia Belanda membangun pasar dengan lantai ubin bertiang besi dan beratap seng. Lokasinya berada di terminal bus dan lokasi yang saat ini menjadi PD Pasar Jaya. Sejak saat itu kegiatan jual beli berlangsung setiap hari dan paling ramai saat hari Minggu.
Dari cerita yang Kurusetra dapatkan, memasuki era 1960-an hampir semua penduduk asli Pasar Minggu menjadikan pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Alasannya penghasilan petani buah lebih besar daripada bertani menanam padi di sawah dengan luas lahan yang nyaris sama.
BACA JUGA: Pesawat Inggris Jatuh di Bekasi Jadi Pemicu Pecahnya Perang Karawang-Bekasi
Namun perlahan tapi pasti perkebunan buah di Pasar Minggu musnah gara-gara sejumlah alasan...>>>
Kebun Buah Musnah
Namun seiiring berjalannya waktu, Pasar Minggu tidak lagi menjadi wilayah pinggiran Batavia atau Jakarta. Tumbuhnya sektor industri menjadikan Pasar Minggu masuk dalam rancangan sebagai wilayah perdusunan bukan pertanian. Sejak saat itu lahan pertanian yang menghasilkan buah pelan-pelan tergusur.
Langkah Gubernur Ali Sadikin pada 1966 yang memindahkan kebun binatang Cikini ke Ragunan, menggusur kebun buah di wilayah tersebut. Alih fungsi lahan pertanian (landbouw) menjadi kebun binatang, menjadikan wilayah penghasil dan pemasok pasar buah yang tumbuh sejak awal abad ke-20 pun ikut musnah.
BACA JUGA: Kemenkominfo tak Blokir Situs Judi, Gubernur Ali Sadikin Malah Pernah Legalkan Judi di Jakarta
.
Tak hanya di wilayah Ragunan, kebun buah (landbouw) Jatipadang milik pemerintah pada 1970-an juga hilang gara-gara dialihfungsikan menjadi perumahan bagi pegawai Departemen Pertanian. Sejak saat itu Pasar Minggu tak lagi memproduksi buah-buahan secara mandiri. Apalagi hasil buah dari kebun dan pekarangan penduduk Pasar Minggu tidak mampu memenuhi permintaan pasar.
Hilangnya lahan pertanian di Pasar Minggu membuat sejumlah pedagang dari luar Pasar Minggu berdatangan. Mulai dari Depok, Citayam, Bojonggede, Bogor, hingga Sukabumi datang ke Pasar Minggu untuk menjual buah.
BACA JUGA: Sebelum Citayam Fashion Week Viral, Kampung Citayam Sudah Terkenal Sejak Zaman Kolonial
Kini para pedagang dari luar juga datang ke pasar yang memiliki luas 18 ribu meter persegi tersebut. Tak hanya pedagang buah, sayur dan bahan pangan, di Pasar Minggu juga bisa ditemui pedagang kebutuhan hidup mulai dari sembako, pakaian, perlengkapan rumah tangga, hingga barang elektronik. Bahkan ketika malam takbiran, Sedulur bisa membeli berbagai keperluan Lebaran, seperti ketupat hingga bunga.
.
TONTON VIDEO PILIHAN:
BACA JUGA: Tranformasi Republika: Dari UGC hingga Demokratisasi Konten
.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Download GB WA (WhatsApp GB) Gratis Pakai Google Chrome: Banyak Update Fitur-Fitur Seru
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.