REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, setelah adanya ekspansi keanggotaan, posisi koalisi BRICS di G20 akan menguat. Sebab dua di antara enam anggota baru BRICS, yakni Arab Saudi dan Argentina, merupakan anggota G20.
“Tentu saja, perluasan posisi BRICS di G20 akan menguat karena Arab Saudi dan Argentina adalah anggotanya. Jadi, pembagian formal G20 ke dalam G7+ dan BRICS+ mulai terbentuk,” ujar Lavrov dalam wawancara dengan stasiun televisi Rossiya-1, Ahad (27/8/2023).
Lavrov menekankan, BRICS tidak berusaha melanggar kepentingan siapa pun. BRICS, tambahnya, hanya ingin mengembangkan proyek-proyeknya. "Kami tidak ingin melanggar kepentingan siapa pun. Kami hanya tidak ingin ada orang yang menghambat pengembangan proyek kami yang saling menguntungkan dan tidak ditujukan terhadap siapa pun," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Lavrov pun sempat ditanyai pendapatnya mengenai apakah ekspansi BRICS suatu hari nanti bisa menjadi alternatif bagi G20. “Hal itu tidak diperlukan saat ini,” katanya merespons pertanyaan tersebut.
BRICS telah menggelar KTT ke-15 pada 22-24 Agustus lalu. Salah satu hasil dari KTT tersebut adalah disetujuinya penambahan enam anggota baru. “Kami memutuskan untuk mengundang Argentina, Mesir, Republik Demokratik, Federal Ethiopia, Republik Islam Iran, Kerajaan Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menjadi anggota penuh BRICS. Keanggotaan akan berlaku mulai 1 Januari 2024,” kata Presiden Afsel Cyril Ramaphosa, 24 Agustus 2023 lalu.
Dia mengungkapkan, keputusan untuk menerima enam negara tersebut sebagai anggota diambil secara konsensus. “Kami mengambil keputusan secara konsensus dan telah menyetujui prinsip pedoman, standar, kriteria, dan prosedur eskpansi BRICS,” ujar Ramaphosa.
Sebelumnya Ramaphosa sempat menyampaikan bahwa terdapat lebih dari 20 negara yang mengajukan keanggotaan BRICS. Indonesia kerap disebut sebagai salah satu negara yang berminat bergabung dengan koalisi tersebut.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva sempat menyampaikan, dia menginginkan agar BRICS dapat menjadi institusi multilateral. “Kami ingin BRICS menjadi institusi multilateral, bukan klub eksklusif,” ujar da Silva saat berbicara di KTT BRICS pada 22 Agustus 2023 lalu.
Kendati mendukung ekspansi keanggotaan, da Silva menekankan, BRICS tidak memiliki keinginan untuk menjadi penanding dari kelompok G7, G20, atau Amerika Serikat (AS). Sebagai koalisi dari negara-negara berkembang, BRICS, kata da Silva, memiliki tujuan “mengatur” apa yang disebutnya negara-negara Selatan Global (Global South). “Kami tidak ingin menjadi tandingan G7, G20, atau AS. Kami hanya ingin mengatur diri kami sendiri,” ujar da Silva.
Selain da Silva, Presiden Cina Xi Jinping juga telah menyampaikan bahwa koalisi BRICS akan secara aktif memperluas keanggotaannya. Dia pun berharap akan ada lebih banyak negara berkembang yang bergabung dalam mekanisme kerja sama BRICS.
“Kami akan menjalin kemitraan strategis BRICS yang lebih kuat, memperluas model ‘BRICS Plus’, secara aktif memajukan perluasan keanggotaan, memperdalam solidaritas dan kerja sama dengan negara-negara EMDC (emerging markets and developing countries) lainnya, mendorong multipolaritas global dan demokrasi yang lebih besar dalam hubungan internasional, serta membantu menjadikan tatanan internasional lebih adil dan setara,” ucap Xi dalam pidatonya di BRICS Business Forum pada 22 Agustus 2023.
Pada kesempatan itu Xi menyampaikan, Cina tegas menjunjung tinggi kepentingan bersama negara-negara berkembang serta berupaya meningkatkan keterwakilan dan suara EMDC dalam urusan global. Dia mengatakan BRICS merupakan hasil dari kebangkitan kolektif EMDC yang secara fundamental mengubah lanskap global.
Xi juga menjelaskan partisipasi puluhan negara dalam KTT BRICS bukanlah upaya untuk meminta negara-negara tersebut memihak atau menciptakan konfrontasi blok. “Ini upaya untuk memperluas arsitektur perdamaian dan pembangunan,” ucapnya.