REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, polusi udara sudah menjadi perhatian khusus pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sudah dibahas dalam rapat terbatas beberapa kali. Dalam sektor kesehatan sendiri, polusi udara menjadi faktor risiko kematian urutan kelima di Indonesia.
Dalam paparan yang ditampilkan saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, faktor risiko kematian pertama di Indonesia adalah tekanan darah tinggi dengan 477.723 kasus. Selanjutnya, gula darah tinggi (259.251), merokok (264.359), obesitas (186.657), polusi udara (186.267), diet tinggi natrium (91.668), paparan asap rokok (52.555), dan sumber air tidak aman (45.774).
"Kami menyampaikan bahwa kementerian kesehatan itu bukan di hulu bukan di sebab. Jadi fokusnya kita akan lebih ke menangani akibatnya atau di hulu, tapi dalam diskusi memang kita diminta beberapa masukan, karena mirip dengan pandemi Covid," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (30/8/2023).
Selanjutnya, polusi udara berdampak serius kepada lima penyakit pernafasan. Di urutan pertama, polusi udara menyebabkan 37 persen penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Selanjutnya adalah pneumonia (32 persen), asma (28 persen), kanker paru (13 persen), dan tuberkulosis (12 persen).
Indikator polusi yang berbahaya sendiri adalah 2.6 per mikrometer (PM). Sebab partikel tersebut sangatlah kecil dan dapat masuk ke pembuluh darah, lalu menuju paru-paru yang menyebabkan banyak penyakit infeksi pernafasan.
Lanjutnya, ia menjelaskan empat sumber utama polusi udara, yakni pabrik, kendaraan bermotor, kebakaran hutan, dan kompor kayu bakar. Keempatnya merupakan tempat pembakaran karbon yang tak baik untuk kesehatan manusia.
"Ini adalah partikel yang paling tinggi korelasinya ke penyakit-penyakit yang di depan tadi, yaitu infeksi saluran atas, infeksi paru, dan juga sebagian dari asma," ujar Budi.
Di samping itu, ia menyampaikan bahwa terjadi peningkatan polusi di wilayah Jabodetabek dalam dua tahun terakhir. Hal tersebut berimplikasi langsung pada peningkatan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di DKI Jakarta pada 2021 hingga 2023.
"Mulai Januari 2023 tuh yang di atas relasinya dengan kasus ISPA di DKI. Jadi kasus infeksi saluran pernafasan itu di DKI yang tadinya 50 ribuan naik dia, naiknya jadi sempet 200 ribu, 150 ribu, jadi empat kali, lima kali," ujar Budi.
"Jadi mudah-mudahan Pak Heru sebagai Plt Gubernur DKI itu bisa menangani ini, karena ini jadi tugas berat juga untuk gubernur DKI," sambungnya.