Jumat 01 Sep 2023 15:14 WIB

Rektor IPB Kemukakan Paradigma Industrialisasi Indonesia

Perlu transformasi sosial yang melibatkan perubahan perilaku dan budaya masyarakat.

Rektor IPB yang juga Ketua ICMI Arif Satria.
Foto: Republika/Prayogi
Rektor IPB yang juga Ketua ICMI Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor IPB Arif Satria mengemukakan, perlu ada perubahan paradigma perekonomian dari yang berfokus pada industri yang ada di Indonesia menjadi industrialisasi Indonesia agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat berikut dengan perkembangan sosial.

Arif Satria saat sambutan Dies Natalis ke-60 IPB di Gedung Graha Wisuda, kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jumat (1/9/2023), mengatakan bahwa saat ini dan ke depan yang perlu dibangun adalah paradigma industrialisasi Indonesia yang berarti proses transformasi sosial yang melibatkan perubahan perilaku dan budaya masyarakat.

"Untuk mencapai Indonesia emas tahun 2045, 2070, maka yang diperlukan arah industri baru yang harus kita cermati, yang pertama adalah paradigma industri di Indonesia dan yang kedua adalah paradigma industrialisasi Indonesia," kata Arif.

Arif memaparkan, melalui paradigma baru tentang industrialisasi Indonesia mensinergikan transformasi ekonomi dengan transformasi sosial sehingga mengindrustrikan masyarakat Indonesia, yang berarti memiliki kultur yang beradaptasi terhadap kebutuhan industri.

Menurut Arif, paradigma itu akan membawa masyarakat Indonesia berpartisipasi pada pembangunan Indonesia, bukan hanya pada perekonomian. Sebab ketika penerapan paradigma itu telah masif di masyarakat, industri yang terbangun melibatkan banyak masyarakat yang menjadi benteng kuat Indonesia emas 2024.

Transformasi ekonomi beriringan dengan transformasi sosial dan pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan. Dengan begitu, kekuatan ekonomi berbasis kekuatan sosial.

Hal itu, kata dia, karena menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) telah terjadi gejala deindustrialisasi, yakni penurunan kontribusi sektor industri bagi perekonomian nasional dari 21,57 persen pada 2013, menjadi 17,84 persen pada 2022.

Sementara, sektor industri masih menjadi penopang terbesar perekonomian Indonesia, akan tetapi kontribusinya perlu ditingkatkan karena mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.

Paradigma industri di Indonesia berorientasi pada transformasi ekonomi, tapi kurang menyentuh pada transformasi sosial. Dampak yang terjadi adalah terjadi ketimpangan antara sosial ekonomi di antara masyarakat.

"Maka perlu pemikiran ke depan, tentang industrialisasi Indonesia, bukan industri di Indonesia lagi. Sosial ekonomi masyarakat perlu terlibat lebih banyak dalam proses industrialisasi," kata Arif Satria.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement